KOMPAS.com – Sejumlah negara mencatat adanya kenaikan tingkat depresi, kecemasan, tekanan psikologi hingga gangguan stress selama pandemi Covid-19.
Studi di Amerika Serikat menemukan bahwa penyintas Covid-19 berisiko mengalami gangguan kesehatan mental.
Studi yang dilakukan pada 150.000 orang tersebut menemukan korelasi antara paparan infeksi Covid-19 dengan masalah kesehatan mental yang jauh lebih parah.
Dilansir dari Daily Mail, Rabu (16/2/2022), 40 persen penyintas Covid-19 berisiko terkena gangguan kesehatan mental seperti depresi dan kesulitan tidur. Sementara 20 persen lainnya berpotensi mengonsumsi zat adiktif selang satu tahun pasca terpapar Covid-19.
Dan sebagian lainnya berisiko mengalami gangguan stres pasca-trauma (PTSD), keinginan untuk bunuh diri, dan serangan rasa panik.
Studi selanjutnya yang dilansir dari The New York Times, Rabu (16/2/2022), menyimpulkan bahwa penyintas Covid-19 memiliki risiko setinggi 80 persen mengalami permasalahan kognitif seperti kabut otak atau brain fog, kebingungan, dan gangguan mudah lupa.
Mereka juga berisiko 34 persen mengalami gangguan opioid dan 20 persen berisiko menggunakan zat non-opioid seperti alkohol.
Baca juga: Jangan Katakan 8 Pernyataan Ini kepada Penyintas Covid-19
Adanya risiko gangguan kesehatan mental yang dialami para penyintas Covid-19 dibenarkan oleh psikolog Ivana Kamilie, M.Psi., Psikolog Klinis, Psikolog Personal Growth.
“Kalau dari penelitian-penelitian memang menunjukkan kalau penyintas Covid-19 ini rentan mengalami gangguan mental. Dan gangguan mentalnya biasanya terkait dengan depresi, kecemasan, lalu ada juga PTSD,” kata Ivana kepada Kompas.com, Jumat (18/2/2022).
“Misalnya dengan isu pekerjaan. Apakah nanti si penyintas setelah dia sembuh performanya masih akan baik seperti dulu atau tidak. Jadi ada kecemasan-kecemasan terkait hal seperti itu,” kata Ivana.
Dilansir dari The New York Times, meningkatnya gangguan kesehatan mental pada penyintas Covid-19 ini juga dikarenakan adanya isolasi sosial, tekanan ekonomi, kehilangan orang yang dicintai dan perjuangan-perjuangan hidup lainnya selama masa pandemi.
Sementara pada kasus PTSD misalnya, Ivana mengatakan bahwa faktor lingkungan sangat mempengaruhi terjadinya gangguan kesehatan itu. Misalnya beredarnya kasus kematian akibat paparan Covid-19.
Ivana juga mengungkapkan bahwa selama masa pandemi sering terjadi gangguan mental berupa obsesif kompulsif disorder yang juga dirasakan baik oleh penyintas Covid-19 maupun mereka yang tidak terkena Covid-19.
Obsesif kompulsif disorder bisa bergejala berupa perubahan perilaku yang terlalu signifikan, seperti terlalu sering membersihkan sesuatu di sekitarnya.