KOMPAS.com – Gempa bumi dengan kekuatan magnitudo 5,5 yang kemudian diperbarui menjadi magnitudo 5,2 mengguncang Bayah, Banten pada Jumat (4/2/2022) pukul 17.10 WIB.
Sementara itu, Gunung Anak Krakatau yang berada di selat Sunda dilaporkan juga mengalami erupsi beberapa menit sebelumnya, tepatnya pada pukul 17.07 WIB.
Lantas, benarkah erupsi Gunung Anak Krakatau dengan gempa di Banten saling terkait lantaran jarak waktunya yang berdekatan?
Subkoordinator Mitigasi Gunung Api Wilayah Barat dari Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Nia Haerani menegaskan bahwa antara erupsi Gunung Anak Krakatau dan gempa Banten tak saling terkait.
“Tidak ada kaitannya,” ujar Nia saat dihubungi Kompas.com, Jumat (4/2/2022) sore.
Dirinya mengatakan bahwa gempa yang terjadi di Banten berbeda proses dengan erupsi Gunung Anak Krakatau.
Baca juga: Gempa Bumi Magnitudo 5,5 Guncang Banten, Tak Berpotensi Tsunami
Nia menegaskan, gempa Banten adalah gempa tektonik akibat tumbukan lempeng. Adapun sumber gempa berada jauh dari Gunung Anak Krakatau.
“(Gempa Banten) bukan karena aktivitas gunung api,” katanya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Koordinator Bidang Mitigasi Gempab Bumi dan Tsunami BMKG Daryono.
Menurutnya tidak ada keterkaitan antara erupsi Gunung Anak Krakatau dengan gempa di Bayah, Banten.
“Gempa selatan Banten magnitudo 5,2 petang tadi murni gempa tektonik yang tidak ada kaitannya dengan aktivitas Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda,” tulis Daryono dikutip dari akun Twitter-nya.
Baca juga: Update Gempa Magnitudo 5,5 di Bayah Banten dan Wilayah yang Merasakan
Gempa selatan Banten magnitudo 5,2 petang tadi murni gempa tektonik yang tidak ada kaitannya dengan aktivitas Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda.
— DARYONO BMKG (@DaryonoBMKG) February 4, 2022
Baca juga: Berkaca dari Gempa di Rangkasbitung dan Jepara, Mengapa Indonesia Kerap Dilanda Gempa Bumi?
Menurut BMKG, dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenternya, gempa yang terjadi di Bayah, Banten adalah gempa dangkal.
Gempa tersebut terjadi akibat adanya deformasi batuan pada kerak samudera Lempeng Indo-Australia.
“Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempabumi memiliki mekanisme pergerakan geser turun (oblique normal ),” ujar Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Bambang Setiyo Prayitno, dalam keterangan resminya, Jumat (4/2/2022).
Baca juga: Mengenang Tsunami Aceh 17 Tahun Lalu dan Upaya Mitigasi Bencana Serupa