KOMPAS.com - Arkeolog menemukan baju perang berusia 2.500 tahun di Yanghai, sebuah situs arkeologi di dekat kota Turfan di tepi Gurun Taklamakan, China.
Kepala peneliti Institut Studi Asia dan Oriental dari Universitas Zurich Patrick Wertmann menyebut, baju perang tersebut berbentuk rompi dan dapat dikenakan dengan cepat tanpa bantuan orang lain.
"Ini adalah pakaian pertahanan satu ukuran untuk semua yang ringan dan sangat efisien untuk tentara tentara massal," kata Patrick dikutip dari LiveScience, Sabtu (15/1/2022).
Studi ini dipublikasikan secara online pada November 2021 di jurnal Quaternary International.
Baca juga: Arkeolog Ungkap Rumah Masa Kecil Yesus di Nazareth, Begini Kondisinya
Patrick Wertmann (@UZH_en), DongliangXu, and their team have an exciting new article on the new discovery of Assyrian-style leather scale armor in Yanghai cemetery site, Turpan (China) dating to 786–543 BCE. https://t.co/FEmyJqLWXa!
Leather scale armor in antiquity ????! pic.twitter.com/rgLb5EJ8Qa
— Dr. Sarah Bond (@SarahEBond) January 14, 2022
Disebutkan, sekitar 2.500 tahun yang lalu, seorang pria di barat laut China dimakamkan dengan baju besi yang terbuat dari lebih dari 5.000 sisik kulit.
Pakaian militer ini dibuat dengan sangat rumit, desainnya terlihat seperti sisik ikan yang tumpang tindih.
Tim menyebutnya sebagai inspirasi dari alam untuk teknologi manusia. Dalam hal ini, sisik kulit yang tumpang tindih seperti ikan.
"Memperkuat kulit manusia untuk pertahanan yang lebih baik terhadap pukulan, tusukan, dan tembakan," kata Mayke Wagner, direktur ilmiah Departemen Eurasia Institut Arkeologi Jerman dan kepala Institut Arkeologi Jerman di Beijing.
Para peneliti menemukan pakaian kulit di pemakaman Yanghai, sebuah situs arkeologi di dekat kota Turfan, yang terletak di tepi Gurun Taklamakan.
Baca juga: 10 Temuan Arkeolog Terbesar di Dunia Sepanjang 2021