Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Kesepakatan Operasional Aritmatika

Kompas.com - 27/11/2021, 12:07 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

ARITMATIKA merupakan bagian matematika. Sementara, matematika adalah bahasa ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek).

Maka sebagai sebuah jenis bahasa terpaksa aritmatika harus terkait dengan kesepakatan oleh mereka yang memiliki wewenang alias kekuasaan untuk membuat kesepakatan.

Operasional

Aritmatika bukan soal benar atau keliru apalagi salah, namun terbatas pada soal kesepakatan apa yang telah disepakati oleh rezim matematika.

Sama halnya dengan saya adalah saya dan kamu adalah kamu mutlak tergantung pada kesepakatan bahwa saya adalah saya dan kamu adalah kamu maka saya adalah kamu dan kamu adalah saya juga mutlak tergantung pada kesepakatan semantikal yang menyepakati bahwa saya adalah kamu dan kamu adalah saya.

Ketimbang terlibat ke perdebatan mubazir tanpa akhir sampai akhir zaman adalah lebih bijak mari kita kembali ke semesta matematika khususnya aritmatika.

Ternyata para penguasa matematika sudah menyepakati demi tidak menggunakan istilah konspirasi terhadap susunan operasional aritmatika.

Satu di antara sekian banyak konspirasi, eh kesepakatan aritmatika adalah urutan operasional yang mendahulukan parentheses disusul eksponen lalu multiplikasi lalu divisi lalu adisi lalu subtraksi.

Urutan operasional mutlak disepakati untuk dipatuhi demi mencecah agar jangan sampai timbul hasil hitungan yang saling beda satu dengan lain-lainnya sehingga memicu perdebatan tanpa akhir kecuali dipaksakan dengan menggunakan kekuasaan.

Kesepakatan

Misalnya, ketika dihadapkan dengan sebuah masalah berapa hasil 8 + 2 x 5 bisa saja saya sebagai insan awam bilang 50 sementara para aritmatikawan/wati bilang 18.

Karena saya membuat hitungan berdasar urutan mana yang duluan dan mana yang belakangan maka saya menambah 8 dengan 2 sama dengan 10 dulu baru hasilnya = 10 saya kalikan dengan 5 sehingga hasilnya adalah sama dengan 50.

Namun sayang setriliun sayang, operasional aritmatika yang saya gunakan adalah kehendak pribadi saya yang kebetulan beda dari kesepakatan yang disepakati oleh para penguasa termasuk para guru apalagi mahaguru aritmatika.

Para penguasa aritmatika sudah telanjur berkomplot, eh bersepakat membakukan urutan operasional yang mendahulukan pengalian ketimbang pembagian apalagi penambahan maka akibat kalah kuasa saya terpaksa untuk ikut ke arus kesepakatan mereka bahwa 2X5=10+8 sama dengan 18.

Kasus urutan operasional aritmatika membuktikan bahwa pada hakikatnya matematika mau pun sains, hukum, sosial, bahasa dan sejarah niscaya terkait pada kesepakatan mereka yang kebetulan sedang berkuasa menentukan kesepakatan.

Maka saya tidak berani protes beserta solusi jika memang pengalian dipaksa didahulukan sebenarnya dapat digunakan tanda kurung yaitu 8 + (2X5) atau (2X5)+8 yang hasilnya selalu sama dengan 18.

Namun tentu saja protes beserta solusi saya sama saja mubazirnya dengan gonggongan seekor anjing sementara khafilah tetap berlalu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com