KOMPAS.com - Juru Bicara Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Margaret Harris mengatakan, sekitar 3,2 juta anak diperkirakan menderita kekurangan gizi akut atau malnutrisi di Afghanistan pada akhir 2021.
Sebanyak 1 juta dari angka itu berisiko meninggal dunia karena kelaparan dan rentan terkena penyakit jelang musim dingin akhir tahun ini.
"Ini perjuangan berat karena kelaparan melanda negara ini," ujar Harris kepada wartawan yang berbasis di Jenewa dikutip dari Reuters pada Jumat (12/11/2021).
Terkait kondisi ini, badan-badan bantuan telah memperingatkan bahwa terjadinya kelaparan di negara ini karena dilanda krisis kekeringan.
Tidak ada akses air yang dapat diandalkan untuk memenuhi asupan air masyarakat Afghanistan.
Akses makanan dan layanan kesehatan gizi dasar juga tidak bisa diandalkan.
Hal ini diperparah dengan ekonomi yang gagal menyusul penarikan dukungan keuangan Barat setelah pengambilalihan Taliban pada Agustus 2021.
Akibatnya, 14 juta orang di negara ini menghadapi kerawanan pangan akut, dan diperkirakan 3,2 juta anak di bawah usia lima akan menderita kekurangan gizi akut pada akhir tahun.
Faktor pemicu lainnya yakni sektor kesehatan yang terpukul, di mana banyak petugas kesehatan justru melarikan diri karena gaji mereka belum dibayar.
"Dunia tidak boleh dan tidak mampu mengabaikan Afghanistan," ujar Harris.
Kondisi kembali diperparah dengan kasus meningkatnya penyakit campak di Afghanistan.
Menurut data WHO, ada 24.000 kasus klinis dari penyakit campak yang telah dilaporkan sejauh ini.
"Untuk anak-anak yang kekurangan gizi, campak adalah hukuman mati. Kita akan melihat lebih banyak kematian jika kita tidak bergerak cepat," kata Harris dari WHO.
Di beberapa tempat, orang-orang menebang pohon untuk menyediakan bahan bakar bagi rumah sakit di tengah kelangkaan yang meluas.
Harris tidak memiliki data berapa jumlah anak yang sudah meninggal karena kekurangan gizi di Afghanistan.