FAKTA sejarah telah membuktikan bahwa secara ekonomi dan politik pada setiap malapetaka senantiasa ada pihak yang dirugikan namun ada pula pihak yang diuntungkan.
Contoh nyata tak terbantahkan adalah satu di antara malapetaka terdahsyat yang menimpa umat manusia yaitu Perang Dunia II.
Jelas bahwa industri senjata mengalami masa keemasan untuk mengeruk laba sebesar mungkin.
Di samping secara politik para negara yang tampil sebagai pemenang Perang Dunia II memperoleh kesempatan untuk memperluas jangkauan kekuasaan untuk menguasai dunia yang pada hakikatnya sama saja dengan politik Lebensraum Adolf Hitler atau One Belt One Road Xi Yinping.
Sejak awal dasawarsa kedua abad keduapuluh satu sampai dengan waktu yang belum bisa ditentukan, umat manusia kembali dicengkam malapetaka skala global yaitu pagebluk Corona.
Secara ekonomi jelas cukup banyak pihak dirugikan terutama industri bukan kebutuhan primer seperti hiburan, pariwisata dan perhotelan.
Namun secara ekonomi cukup banyak pihak diuntungkan seperti industri pelayanan online dan kesehatan.
Industri pelayanan kesehatan terutama yang langsung terkait dengan pagebluk Corona mulai dari masker, vaksin sampai ke tes antigen dan PCR.
Akibat masker dapat dibuat oleh siapa saja maka terjadi pemerataan laba usaha jauh lebih merata ketimbang industri vaksin mau pun tes antigen dan PCR.
Tidak sembarang orang bisa dan boleh memproduksi vaksin, tes antigen, dan PCR yang memang apa boleh buat membutuhkan keterampilan serta teknologi khusus yang bahkan dilindungi secara hukum dengan apa yang disebut sebagai hak paten sebagai suatu mahakarya kapitalisme.
Mengenai bagaimana sikap mereka yang diuntungkan oleh malapetaka termasuk pagebluk Corona tergantung bagaimana penguasa setempat menentukan kebijakan.
Negara komunis yang benar-benar komunis sejati bukan pura-pura komunis tetapi sebenarnya kapitalis meniadakan kepemilikan pribadi agar semua keuntungan mau pun kerugian menjadi milik bersama.
Personal menjadi komunal sebagai asal-muasal istilah komunis. Negara yang mengutamakan keadilan sosial menerapkan sistem perpajakan secara progresif di mana pihak yang diuntungkan dikenakan pajak yang makin tinggi sesuai dengan keuntungan yang diperoleh oleh pihak yang diuntungkan oleh malapetaka.
Negara yang menganut paham liberalisme maka membiarkan yang kaya makin kaya sementara yang miskin makin miskin tentu saja membiarkan yang diuntungkan makin diuntungkan oleh malapetaka.
Apalagi jika yang diuntungkan kebetulan juga yang sedang berkuasa menentukan bahkan membentuk hukum yang menguntungkan penguasa.
Akhirnya memang terpaksa segala sesuatu diserahkan kepada kemauan dan kemampuan setiap insan (termasuk penguasa) untuk ngono yo ngono ning ojo ngono selaras pedoman kearifan jihad al nafs yaitu perjuangan menaklukkan hawa nafsu kerakusan diri sendiri yang pada hakikatnya sudah tersurat dan tersirat pada sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab serta Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Merdeka!