KOMPAS.com - Silent treatment adalah taktik mendiamkan seseorang sebagai respon atas sebuah kemarahan atau kekecewaan.
Dalam sebuah hubungan, silent treatment terasa lebih menyakitkan daripada pertengkaran yang tumpah ruah dengan sumpah serapah.
Dilansir dari Times of India, didiamkan oleh seseorang yang kita pedulikan bisa terasa lebih menyakitkan daripada diberi kata-kata kritikan pedas.
Jika seseorang didiamkan oleh pasangannya, maka sudah barang tentu ia akan merasakan segala perasaan tak nyaman seperti sedih dan merasa ditolak.
Ketika taktik perang dingin ini berkelanjutan, silent treatment justru bisa merusak hubungan yang sebenarnya masih baik-baik saja dan bisa dibenahi.
Anda suka mendiamkan pasangan ketika bertengkar? Hati-hati, karena menurut para pakar psikologi taktik ini justru bisa merusak hubungan.
Meghna Chander, seorang enterpreneur asal India, pernah menjalani hukuman dari suaminya berupa silent treatment.
Baca juga: Manajemen Stres di Masa PPKM untuk Kaum Ekstrovert dan Introvert
Sepanjang waktu ia mencoba menceritakan apa saja yang terjadi di hidupnya kepada suaminya, dan sang suami hanya diam membisu. Apa yang dirasakan Meghna sangat jelas, bahwa ia merasa tengah hidup sendiri tanpa seorang teman hidup.
Jika kondisi ini terus dilanjutkan, maka bukan tak mungkin sebuah pernikahan akan berakhir di jalan buntu.
Seema Hingorrani, seorang psikolog, mengatakan bahwa taktik silent treament ini jarang membuahkan hasil yang positif. Seringnya, taktik ini justru memporak-porandakan sebuah hubungan.
Baca juga: Buat Para Overthinker, Ini Cara Berhenti dari Overthinking
1. Memberi waktu
Berilah waktu pasangan untuk memproses emosinya. Jika mereka tengah ingin diam, maka berilah waktu.
2. Jangan menjadi pembaca pikiran