Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dedi Mulyadi: Uang Ganti Alih Fungsi Hutan Rp 11 Juta Per Hektare, Negara Rugi

Kompas.com - 29/08/2021, 15:10 WIB
Farid Assifa

Penulis

KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi menyoroti kompensasi alih fungsi hutan yang dinilainya rendah dan merugikan negara.

Dedi mengatakan, berdasarkan hasil rapat kerja dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, alih fungsi yang akan dilakukan saat ini diganti dalam bentuk uang Rp 11 juta dan itu sekali bayar.

"Bayangkan Rp 11 juta. Hutan diganti uang Rp 11 juta. Rendah banget nilainya, karena kompensasinya negara harus melakukan reboisasi," kata Dedi kepada Kompas.com via sambungan telepon, Minggu (29/8/2021).

Baca juga: KPK Eksekusi Terpidana Kasus Suap Alih Fungsi Hutan di Riau, Suheri Terta ke Lapas Sukamiskin

Sementara, lanjut Dedi, nilai biaya reboisasi saja itu sebesar antara Rp 17 juta hingga Rp 20 juta per hektare.

"Belum tanahnya. Kalau angkanya segitu negara dalam kondisi rugi. Kehilangan hutan dan tanah," kata Dedi.

Masalah selanjutnya adalah tanah-tanah yang dirambah secara ilegal oleh perusahaan perkebunan.

Menurut Dedi, hal itu sudah berlangsung bertahun-tahun. Bahkan mungkin bisa berpuluh-puluh tahun.

"Negara rugi dua kali, kehilangan hutan dan pendapatan," katanya.

Oleh karena itu, Dedi meminta KLHK menghitung luas hutan yang dirambah dan para pelakunya harus membayar kompensasi.

Namun, kata dia, mereka jangan diminta bayar Rp 11 juta. Harus lebih karena perambahan hutan itu sudah berlangsung 20 tahun.

"Masa sudah 20 tahun cuma bayar Rp 11 juta. Kan harus dihitung berapa lama dia memakai lahan itu. Berapa denda yang harus diberikan, sehingga negara tak rugi," katanya.

Menurutnya, jika kebijakan ini berjalan dengan baik, maka negara diperkirakan akan memperoleh pendapatan hampir Rp 85 triliun.

"Pendapatan negara dapat. Itu minimal," katanya.

Baca juga: Alih Fungsi Hutan dan Pembukaan Lahan di Batam Dinilai Ancaman bagi Lingkungan Hidup

Dedi juga menyatakan bahwa pemerintah akan menghentikan penambangan di tanah-tanah Perhutani di Jawa. Sebab, pertambangan itu merusak lingkungan, terutama galian C.

"Masa ada hutan ditambang, kan bukan hutan namanya kalau ditambang," katanya.

Oleh karena itu, lanjut Dedi, hasil rapat bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutana, pihaknya sepakat untuk menghentikan seluruh kegiatan penambangan galian C d tanah Perhutani, baik di dalam maupun luar Jawa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com