Abraham Lincoln van Parepare, sehari-hari disapa Aam, adalah aktivis segala cuaca.
Aam menelepon kerabatnya dengan nada kesal, Virginia Rose van Macassar (Gina), juga aktivis sejuta agenda.
Aam kesal karena sudah sepekan tidak ada lagi obat sakit kepala, pusing, atau pening. Segala merek dan jenis obat untuk itu sontak hilang di pasar.
Pasti ada yang menimbun ini, kata Aam penuh tudingan.
"Sabar Aam, obat sakit kepala memang sudah tidak ada di pasar sekarang. Bukan karena ada yang menimbun, tapi kebutuhan mendadak meningkat," kata Gina mencoba menenangkan Aam.
Pasalnya, sejak kasus sumbangan Rp 2 triliun menyeruak ke publik selama sepekan terakhir ini, banyak orang pusing, sakit kepala, dan pening memikirkannya. Kapan ya pencairannya?
Bagaimana mungkin, di tengah deraan Covid-19 yang mengimpit kehidupan rakyat, masih ada orang yang tega membodohi rakyat.
Tidak etis dan tidak bermoral, kata Gina. Nah, ini yang membuat orang ramai-ramai membeli obat sakit kepala, lanjut Gina lagi kepada Aam.
Kisah tentang sumbangan Rp 2 triliun yang menyeruak di Kepolisian Daerah Sumatera Selatan itu kini pelan-pelan kian terkuak.
Semua itu bak sandiwara, penuh kesimpangsiuran, ketidakbenaran, dan ada aroma penipuan.
Ironisnya, yang ditipu berkali-kali karena janji pencairan tidak direalisasikan adalah rakyat banyak. Bukan orang per orang.
Lebih ironis lagi, sebagaimana yang lalu-lalu, sejumlah pejabat ikut menari, mengikuti irama gendang para pemberi janji itu. Kian lengkap babak sandiwara pembodohan terhadap rakyat.
Kesinambungan masa silam
Saya tiba-tiba teringat peristiwa pada tahun 2018, tatkala Sulawesi Tengah diterjang oleh bencana likuifaksi.
Seorang konglomerat besar tiba-tiba datang berkunjung, menunjukkan empati. Ia disambut hangat oleh para pejabat negara di daerah.
Sebagaimana diberitakan oleh berbagai media ketika itu, ia langsung menjanjikan akan mengoordinasi para pebisnis besar untuk mengumpulkan uang sebanyak Rp 2 triliun untuk kedua provinsi tersebut.
Konglomerat itu sendiri akan mengeluarkan Rp 100 miliar dari kantongnya. Hebat. Tepuk tangan. Rasa kagum membuncah.
Setahun sudah janji itu berlalu. Realisasi tak kunjung datang. Rakyat di kedua provinsi tersebut mendesak dan menggugat pemerintah daerah.