Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Chappy Hakim
KSAU 2002-2005

Penulis buku "Tanah Air Udaraku Indonesia"

Christianto Wibisono dan Indonesia

Kompas.com - 23/07/2021, 14:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KEMARIN saya menerima berita duka, kabar belakangan rutin saya dengar hampir setiap hari. Tapi kabar duka yang satu ini terasa berbeda: ekonomi senior Christianto Wibisono berpulang.

Baca juga: Ekonom Senior Christianto Wibisono Tutup Usia

Saya tidak mengenal dekat beliau. Saya hanya mengenalnya lewat tulisan-tulisannya di media. Namun begitu, ada yang istimewa. Christianto Wibisono selalu menyempatkan diri menyapa saya setiap kali kami berjumpa dalam sebuah acara.

Yang lebih istimewanya lagi, beliau selalu bertanya tentang hal-hal yang berkaitan dengan Angkatan Udara. Selalu saja ada diskusi singkat dengan beliau setiap kali kami bertemu. Topiknya selalu tentang Indonesia.

Indonesia yang sangat dicintainya dan dipahaminya dengan benar itu memiliki potensi sangat besar untuk tampil menjadi negara maju yang terkemuka.

Salah satu yang sering dibicarakan dan dituangkannya dalam tulisan-tulisan beliau adalah tentang bagaimana Indonesia memiliki tokoh-tokoh bekelas peraih Nobel.

Hanya karena “sedikit” kurang cerdas dalam memosisikan diri di tengah dinamika global maka hadiah nobel itu “batal” diperoleh.

Ada satu hal lagi yang menarik tentang sosoknya. Meskipun kerap mengkritisi beberapa masalah, namun ia tidak pernah menyalahkan siapa-siapa. Ia selalu menyebut dengan “kita” sebagai yang bersalah atau kurang tepat dalam mengambil keputusan.

Semangat mengkritisi dengan tidak menunjuk hidung adalah hal yang sulit. Itu sebabnya ia menuangkan segala hal yang dikritisinya dalam tulisan “Wawancara Imajiner dengan Bung Karno”.

Tulisan itu menjadi sebuah format kritikan yang sangat santun penuh etika dalam berkomunikasi, namun sarat makna dan padat pengetahuan.

Membaca tulisan tulisan beliau tentang Indonesia yang tergambar adalah sebuah refleksi dari kecintaan yang sangat mendalam seorang Christianto Wibisono terhadap Indonesia, sebuah negeri yang pernah membuatnya mengungsi pada 1998.

Tidak pernah terdengar oleh saya dendam atau rasa marah kepada Indonesia dalam kasus yang satu itu. Sebuah sikap yang sangat mengagumkan.

Itu semua antara lain yang menyebabkan saya senang sekali berbincang dengan beliau. Wajahnya selalu memancarkan sinar lembut yang sangat bersahabat dengan keceriaan yang selalu menebar senyum saat menyapa seseorang.

Salah satu candaannya yang masih saya ingat adalah ketika ia memuji batik yang dikenakannya. Ia memang selalu tampil rapi dalam berbusana.

“Loh, yang selalu tampil necis itu kan para perwira Angkatan Udara seperti Anda dan Suwoto Sukendar,” ujarnya sambil bercanda.

Kini Christianto Wibisono telah tiada. Satu lagi tokoh intelektual pemikir yang sangat peduli terhadap kemajuan Indonesia meninggalkan kita untuk selamanya.

Selamat jalan Christianto Wibisono.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com