Saya pertama kali menyentuh Ubud, Bali pada 2018 lalu. Wangi dupa mengisi jalan raya. Warna warni adat dan agama memperkaya udara. Saya seperti di surga.
Di Ubud, yang modern dan yang tradisional berpadu satu. Toko-toko modern dan restoran internasional berjamuran di sana. Pura-pura suci Bali dan adat asli Ubud juga hadir dalam keagungannya. Yang modern dan yang tradisional hidup bersama, saling memperkaya.
Bagi saya, Ubud, dan Bali secara keseluruhan, adalah sebuah sintesis. Ia terbuka pada yang baru dan yang global. Namun, ia tetap berakar pada adat yang menjadi jati diri aslinya. Keduanya lalu digabungkan, dan menghasilkan sesuatu yang baru, yang lebih baik.
Di masa pandemi Mei 2021, nuansa yang sama tetap terasa. Pandemi memang membuat Bali lebih sepi. Namun, keindahan dan keagungannya tetap tak ada tandingannya. Tak heran, dunia jatuh cinta pada Bali, terutama Ubud.
Begitu banyak warga asing memutuskan untuk tinggal di sana. Beberapa bahkan mengabaikan peraturan internasional terkait pandemi, karena sudah begitu jatuh cinta pada Ubud. Dunia jatuh cinta pada sintesis yang dibuat oleh warga Ubud. Saya pun juga.
Indonesia harus belajar dari Ubud dalam soal membuat Sintesis. Yang asing dan modern kita peluk. Namun, yang lokal dan tradisional tetap kita jaga. Keduanya kita gabungkan untuk menghasilkan cara hidup yang lebih tinggi.
Sintesis Hegelian
Kata sintesis digunakan secara luas di dalam filsafat Hegel, seorang pemikir Jerman. Baginya, gerak sejarah terjadi secara dialektis. Ada tesis yang merupakan posisi awal. Dari tesis lahirnya antitesis, yang merupakan lawan kontrasnya. Keduanya akan bergerak ke tingkat yang lebih tinggi, yang disebut sebagai sintesis.
Sintesis adalah perpaduan antara tesis dan antitesis. Namun, ia lebih tinggi dari keduanya. Dalam jangka waktu tertentu, sintesis akan menjadi tesis baru. Ia akan melahirkan antitesis, dan proses dialektika pun akan terus berlangsung, sampai akhir jaman.
Dengan konsep dialektika ini, Hegel menegaskan, di dalam satu hal terkandung selalu lawannya. Di dalam tesis, sudah selalu ada antitesis.
Sesungguhnya, kedua tak benar-benar berbeda, namun tak juga sungguh sama. Keduanya sama di dalam perbedaannya.
Tak heran, agama Hindu Bali sangatlah khas. Agama Hindu Bali adalah milik Bali, milik Indonesia.
Ia memiliki kesamaan sekaligus perbedaan dengan Agama Hindu dari India, yang hampir setua sejarah manusia itu sendiri. Bali mengangkat Agama Hindu Majapahit-India dan Budaya Bali ke tingkat yang lebih tinggi, yakni Agama Hindu Bali.
Modernitas pun juga dipeluk dengan nyaris sempurna oleh Budaya Bali. Di berbagai gedung dan rumah modern, nuansa Bali tetap terasa.