SEORANG sahabat saya yang mohon dimaafkan tidak berani saya sebut namanya demi keselamatan dia mau pun saya sendiri pernah ketika diwawancara wartawan ketelepasan bicara tidak terlalu baik tentang penguasa yang sedang berkuasa.
Alhasil meski belum sempat dilaporkan ke polisi namun hape teman saya tak henti berdering untuk menerima hujatan lisan mau pun tulisan dari para buzzer yang tentu saja anonim atau pakai nama palsu agar mustahil terdeteksi.
Tidak jelas apakah para buzzer itu bayaran berdasar kontrak profesional atau musiman secara amatiran namun jelas mereka semua bersatupadu dengan ganas membunuh karakter teman saya yang tidak terlalu setuju kebijakan pemerintah.
Dari film-film Hollywood mau pun Bollywood, saya memperoleh pengetahuan bahwa di dunia hukum Amerika Serikat dan India ada yang namanya pengadilan oleh masyarakat.
Bahkan Ku Klux Klan melakukan pengadilan semau gue sama halnya kaum gangster menggemari pengadilan gaya mob justice alias hajar dulu baru diadili.
Menarik bahwa pada masa medsos muncul bentuk hukum main hakim sendiri semau gue melalui pengadilan seperti yang dilakukan oleh para buzzer kontrakan dan musiman terhadap teman saya yang berani-berani bicara tidak bagus terhadap penguasa yang sedang berkuasa.
Akibat memang sama sekali tidak bersifat institusional apalagi konstitusional maka para buzzer bisa leluasa merajalela setara para gangster dan laskar Ku Klux Klan yang tidak terikat aturan hukum apa pun kecuali rawe rawe rantas malang malang putung menghabisi pihak yang bukan cuma dianggap namun diyakini hukumnya wajib untuk dihabisi.
Karena membunuh ragawi rawan dituduh kriminal berat maka pembunuhan yang dilakukan para buzzer terbatas pada batin alias kerennya disebut pembunuhan karakter.
Memang bisa saja korban pembunuhan karakter pura-pura tidak peduli dihujat oleh para buzzer tetapi tidak semua sanak keluarga korban mengikhlaskannya.
Namun para sanak keluarga korban sulit melakukan serangan balas dendam sebab tidentitas para buzzer yang melakukan kejahatan pembunuhan karakter sangat amat terlalu tidak jelas.
Bahkan ada cara paling aman bagi para buzzer untuk secara membabibutatuli melakukan pembunuhan karakter yaitu secara membabibutatuli membela penguasa yang sedang berkuasa.
Segenap kemelut krisis peradaban akhlak semacam itu pada hakikatnya berakar pada kelirumologi tafsir terhadap demokrasi yang mempersembahkan kebebasan mengungkap pendapat.
Sungguh disayangkan bahwa kebebasan mengungkap pendapat keliru ditafsirkan sebagai kebebasan menghina, menghujat bahkan memfitnah.
Maka adalah lebih bijak saya menulis naskah ini sampai di sini saja agar jangan sampai menjadi korban pengadilan oleh para buzzer!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.