KOMPAS.com - Perbincangan mengenai fungsi meterai belum lama ini ramai diperbincangkan oleh warganet pengguna media sosial Facebook.
Ramainya perbincangan soal meterai bermula dari unggahan infografis akun resmi Ditjen Imigrasi, Rabu (19/5/2021) yang menyebutkan contoh penggunaan meterai yang tepat.
Baca juga: Jangan Keliru, Begini Tampilan dan Ciri-ciri Meterai Baru Rp 10.000
Dalam infografis tersebut, Ditjen Imigrasi menyebut meterai tidak tepat jika digunakan untuk sesuatu seperti permintaan maaf.
Sebaliknya meterai tepat digunakan untuk keperluan administrasi, seperti mengurus paspor.
Baca juga: RUU Bea Meterai Disetujui DPR, Bakal Ada Meterai Elektronik
Unggahan tersebut kemudian menarik ratusan warganet untuk berkomentar dan memberikan pendapat, berikut beberapa di antaranya:
"Sekarang banyak dipakai buat minta maap," tulis akun Rani Hirani.
"Tapi kenyataannya memang materai ini ajaib min, salah apapun lo, semalu2in apapun bakal clear pake ini benda. Besok keknya bisa jadi vocer diskon jajan ke kopi starbak," tulis akun Rizki Satrio.
"Kapan ada penyuluhan/sosialisasi ke masyarakat? Selama ini materai dianggap dan dipercaya sbg barang yg mengesahkan dokumen oleh masyarakat. Hahahaha.... Atau Ada penggunaan lain yang berkembang, tinggal negara mengesahkan saja," tulis akun Rosyid A Azhar.
Baca juga: Bakal Jadi Rp 10.000, Apa Saja Kegunaan Meterai?
Lantas, apa saja dokumen yang perlu dibubuhi meterai?
Mengutip laman resmi Ditjen Pajak, meterai adalah label atau carik dalam bentuk tempel, elektronik, atau bentuk lainnya, yang memiliki ciri dan mengandung unsur pengaman yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia.
Meterai digunakan untuk membayar pajak atas dokumen, yang disebut sebagai Bea Meterai.
Mulai 1 Januari 2021, pemerintah menetapkan tarif Bea Meterai adalah Rp 10.000 dan dikenakan satu kali untuk setiap dokumen.
Baca juga: 6 Hal yang Perlu Diketahui tentang Sertifikat Tanah Elektronik
Bea Meterai dikenakan atas:
- Dokumen yang dibuat sebagai alat untuk menerangkan mengenai suatu kejadian yang bersifat perdata; dan
- Dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan.
Dokumen yang bersifat perdata meliputi:
- Surat perjanjian, surat keterangan, surat pernyataan, atau surat lainnya yang sejenis, beserta rangkapnya;
- Akta notaris beserta grosse, salinan, dan kutipannya;
- Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah beserta salinan dan kutipannya;
- Surat berharga dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
- Dokumen transaksi surat berharga, termasuk Dokumen transaksi kontrak berjangka, dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
- Dokumen lelang yang berupa kutipan risalah lelang, minuta risalah lelang, salinan risalah lelang, dan grosse risalah lelang;
- Dokumen yang menyatakan jumlah uang dengan nilai nominal lebih dari Rp 5.000.000 (lima juta rupiah) yang:
- Menyebutkan penerimaan uang; atau
- Berisi pengakuan bahwa utang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan; dan
- Dokumen lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Baca juga: Ketentuan Penggunaan Meterai Rp 3.000 dan Rp 6.000 di Masa Transisi
Tidak dikenakan bea meterai
Dokumen yang tidak dikenakan bea meterai meliputi:
- Dokumen yang terkait lalu lintas orang dan barang, seperti surat penyimpanan barang, konosemen, surat angkutan penumpang dan barang, bukti untuk pengiriman dan penerimaan barang, surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim, dan surat lainnya yang dapat dipersamakan;
- Segala bentuk ijazah;
- Tanda terima pembayaran gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan, dan pembayaran lainnya yang berkaitan dengan hubungan kerja, serta surat yang diserahkan untuk mendapatkan pembayaran dimaksud;
- Tanda bukti penerimaan uang negara dari kas negara, kas pemerintah daerah, bank, dan lembaga lainnya yang ditunjuk oleh negara berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
- Kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu yang berasal dari kas negara, kas pemerintahan daerah, bank, dan lembaga lainnya yang ditunjuk berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan;
- Tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern organisasi;
- Dokumen yang menyebutkan simpanan uang atau surat berharga, pembayaran uang simpanan kepada penyimpan oleh bank, koperasi, dan badan lainnya yang menyelenggarakan penyimpanan uang, atau pengeluaran surat berharga oleh kustodian kepada nasabah;
- Surat gadai;
- Tanda pembagian keuntungan, bunga, atau imbal hasil dari surat berharga, dengan nama dan dalam bentuk apa pun; dan
- Dokumen yang diterbitkan atau dihasilkan oleh Bank Indonesia dalam rangka pelaksanaan kebijakan moneter.
Baca juga: Simak, Ini Cara Penukaran Uang Baru Rp 75.000 di Bank Indonesia
KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo
Infografik: Meterai Tempel Rp 10.000, Ciri-ciri dan Ketentuan Penggunaannya
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.