Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menilik soal Pelabelan Duta Masker dan Duta Covid-19...

Kompas.com - 07/05/2021, 12:30 WIB
Retia Kartika Dewi,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Media sosial tengah ramai mengenai pelabelan "Duta Masker" dan "Duta Covid-19" pada dua orang yang melanggar protokol kesehatan.

Diketahui, seorang pemuda yang viral karena bertindak arogan dan mencopot masker yang dipakai pria, dinobatkan sebagai "Duta Masker" oleh warga setempat.

Adapun pilihan menjadi "Duta Masker" dilakoninya agar ia tidak menjalani proses hukum akibat tindakan arogan sebelumnya.

Baca juga: Update Covid-19 di Indonesia: Pulau Jawa Kembali Masuk Zona Merah, Mana Saja?

Selain itu, penobatan "Duta Covid-19" diberikan kepada Putu Aribawa, pria pengumpat pengunjung mal bermasker yang viral di media sosial.

Bahkan, Putu mengaku masih belum percaya dengan adanya virus corona atau Covid-19 yang saat ini tengah mewabah.

Pelabelan "Duta" ini menjadi kontroversi lantaran orang yang dinobatkannya merupakan pelanggar protokol kesehatan.

Baca juga: Mengenal 3 Varian Baru Virus Corona yang Diduga Lebih Menular dan Sudah Masuk ke Indonesia

Lantas, bagaimana tanggapan pengamat soal viralnya embel-embel "Duta" bagi mereka yang tidak taat pada aturan?

Menanggapi hal itu, pengamat komunikasi politik dari Universitas Brawijaya, Anang Sudjoko mengatakan bahwa pelabelan "Duta" pada dua pelanggar protokol kesehatan dinilai sebagai bentuk-bentuk komunikasi pelabelan yang boros atau superficial communication.

"Pelabelan ini memang diharapkan mampu menjadi role model dalam mendorong kesadaran masyarakat untuk mematuhi prokes yakni bermasker," ujar Anang saat dihubungi Kompas.com, Kamis, (6/5/2021).

Menurut Anang, keefektifan pelabelan "Duta" ini ditunggu saja seberapa kuat energi penegak atau pemberi label ini.

"Padahal perilaku masyarakat Indonesia sudah bergeser ketaatannya terhadap pemerintah dalam hal penegakkan prokes," lanjut dia.

Baca juga: Pemerintah Gratiskan Vaksin Covid-19, Mengapa Diberikan Lewat Suntikan?

Kebijakan pemerintah

Anang menjelaskan, beberapa kebijakan pemerintah dan perilaku elit yang tidak konsisten terhadap prokeslah yang menjadi penyebab bergesernya ketaatan masyarakat.

Akibatnya, masyarakat tidak memiliki keteladanan kuat.

Bahkan masyarakat cenderung bingung dengan ketidak konsistenan yang ada, ditambah dengan lamanya pandemi yang belum jelas kapan berakhir.

Selain itu, Anang mengatakan, penobatan "Duta Masker" dan "Duta Covid-19" sebagai bentuk utnuk mendorong kesadaran orang tersebut.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com