KOMPAS.com - Kementerian Agama (Kemenag) menetapkan Panduan Ibadah Ramadhan dan Idul Fitri selama pandemi Covid-19.
Panduan ini tertuang dalam Surat Edaran No 03 tahun 2021 dan telah ditandatangani oleh Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas.
"Surat Edaran ini bertujuan untuk memberikan panduan beribadah yang sejalan dengan protokol kesehatan, sekaligus untuk mencegah, mengurangi penyebaran dan melindungi masyarakat dari risiko Covid-19," kata Yaqut, mengutip siaran pers Kemenag, Senin (5/4/2021).
Baca juga: Panduan Ibadah Ramadhan Kemenag, Tarawih Dibatasi 50 Persen Kapasitas
Adapun poin-poin panduan ibadah Ramadhan dan Idul Fitri selama pandemi, yakni:
Melihat panduan ini, epidemiolog Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan bahwa panduan yang disampaikan tersebut telah sesuai dengan protokol pencegahan Covid-19.
"Protokol kesehatan iya, ini sudah benar yang disampaikan," kata Dicky saat dihubungi Kompasi.com, Selasa (6/4/2021).
Selain itu, Dicky juga mengatakan, penting untuk memastikan orang yang datang beribadah selama bulan Ramadhan di masjid memiliki risiko rendah membawa virus.
Baca juga: Panduan Resmi Ibadah Ramadhan dan Idul Fitri 2021 Kementerian Agama
Dicky menyampaikan bahwa penerapan panduan ini perlu diiringi dengan pengukuran risiko di tiap daerah.
Dalam hal ini peran pemerintah daerah, terutama di wilayah kabupaten/kota menurutnya sangat penting.
"Secara umum panduan itu tidak masalah. Hanya ketika ini pada level implementasi di lapangan, tentu setiap daerah harus bisa mengukur risiko masing-masing," katanya.
Terdapat 4 indikator yang menurut Dicky harus diperhatikan daerah kabupaten/kota, yaitu:
Baca juga: Ingatkan Pencegahan Covid-19, Google Doodle Hari Ini Bermasker dan Jaga Jarak
Hal lain yang dapat mendukung pencegahan penularan di tempat ibadah dan kegiatan selama bulan Ramadhan adalah kesadaran diri masyarakat. Kesadaran ini bisa muncul jika masyarakat mendapatkan edukasi.
Maka, masyarakat perlu diberi pemahaman tentang risiko penularan di tempat ibadah dan ruang publik lainnya.
"Diberi edukasi, memastikan bahwa tahu self assessment risk-nya," ujar Dicky.
Self assessment risk yang dimaksud ialah memiliki kesadaran agar tidak perlu datang ke tempat ibadah jika mengalami gejala, atau keluhan kesehatan, merasa pernah kontak dengan kasus positif atau ada dalam daftar kasus kontak erat.