Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menilik UU ITE di Indonesia, Pernah Direvisi pada 2016 hingga soal Pasal Karet

Kompas.com - 18/02/2021, 12:06 WIB
Mela Arnani,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk merivisi UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) jika implementasinya tidak adil.

"Kalau Undang-Undang ITE tidak bisa memberikan rasa keadilan ya saya akan minta kepada DPR untuk bersama-sama merevisi Undang-Undang ini, Undang-Undang ITE ini," ujar Jokowi di Jakarta, Senin (15/2/2021).

Bahkan, pasal-pasal karet yang ada di UU ITE diminta dihapuskan, karena pasal-pasal tersebut dinilai menjadi hulu dari persoalan hukum UU tersebut.

Baca juga: Polri: Penyebar Hoaks Corona Bisa Kena UU ITE, Terancam 6 Tahun Penjara

"Terutama menghapus pasal-pasal karet yang penafsirannya bisa berbeda-beda, yang mudah diintepretasikan secara sepihak," kata Jokowi.

Tak hanya itu, Jokowi meminta Kapolri memerintahkan jajarannya untuk selektif dalam menyikapi dan menerima laporan dugaan pelanggaran UU ITE.

Polri diminta membuat pedoman interpretasi resmi terhadap pasal-pasal dalam UU ITE, dan diinstruksikan agar Kapolri meningkatkan pengawasan pelaksanaan UU tersebut secara lebih konsisten, akuntabel, dan berkeadilan.

Baca juga: Aksi KSPI, Demo Buruh, dan Penolakan UU Cipta Kerja...

Lantas, bagaimana perjalanan UU ITE di Indonesia?

Diberitakan Kompas.com, 18 Februari 2016, Manajer Program Yayasan Satu Dunia Anwari Natari menganggap pasal pencemaran nama baik dalam UU ITE sering digunakan untuk membungkam kritik, shock therapy, balas dendam, dan barter kasus hukum.

Pasal 27 ayat 3 memuat ancaman pidana penjara selama 6 tahun jika seseorang terbukti melakukan pencemaran nama baik.

Dengan adanya ketentuan pidana penjara di atas 5 tahun, tertuduh pencemar nama baik bisa ditahan selama 20 hari dalam proses penyidikan.

Baca juga: Di Balik Permintaan Jokowi agar Masyarakat Lebih Aktif Kritik Pemerintah

Masa penahanan bisa diperpanjang lagi selama 20 hari, jika penyidik membutuhkan waktu lebih untuk melakukan penyelidikan.

Dalam beberapa kasus, pasal ini juga digunakan untuk membungkam kritik terhadap publik.

Bedasarkan data yang dimiliki Yayasan Satu Dunia, pasal pencemaran nama baik sering kali menjerat aktivis, pimpinan organisasi, jurnalis, dan pengkritik pejabat publik.

Baca juga: Mereka yang Dilaporkan atas Dugaan Langgar UU ITE karena Cuitan soal Wiranto...

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com