Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bagaimana Produksi Kakao Indonesia?

Kompas.com - 16/02/2021, 06:30 WIB
Rosy Dewi Arianti Saptoyo,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Momen Hari Valentine yang dirayakan pada Minggu (14/2/2021), merupakan perayaan tahunan yang erat dengan konsumsi cokelat.

Akan tetapi, tahukah Anda bahwa bahan dasar cokelat, yaitu kakao merupakan produk unggulan Indonesia? Bagaimana produksi kakao di Tanah Air?

Peneliti Agribisnis Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, Diany Faila Sophia Hartatri, menyebutkan, produksi kakao Indonesia semakin menurun setiap tahunnya.

"Produksi kakao di Indonesia itu dari tahun ke tahun semakin menurun, padahal demand-nya baik dari pasar domestik maupun internasional semakin meningkat," kata Diany saat dihubungi Kompas.com, Senin (15/2/2021).

Produksi per tahun

Data Kementerian Pertanian menyebutkan, pada 2019, kegiatan pengembangan kakao dialokasikan seluas 7.730 hektar melalui kegiatan peremajaan dan perluasan lahan kakao.

Dari luas tanah tersebut, Diany menjelaskan, versi produksi Ditjen Perkebunan dapat mencapai sekitar 600 ribu ton per tahun.

Ia mengatakan, ada dua versi mengenai produksi kakao di Indonesia. Versi lainnya dari Organisasi Internasional Kakao (ICCO) hanya sekitar 200 ribu ton.

Perbedaan angka tersebut, menurut Diany akibat pengambilan sampel data yang berbeda.

"Pendekatan datanya. ICCO mungkin pakai data di Kemendag jadi jumlah datanya di ekspor atau diperdagangkan. Kalau di Kementan itu data dari rakyat atau di daerah-daerah begitu," jelas Diany.

Baca juga: Pusat Penelitian Kakao Global Dibuka di Pasuruan

Wilayah penghasil kakao

Berikut ini adalah sentra-sentra wilayah penghasil kakao terbesat di Indonesia:

  • Sulawesi Tengah
  • Sulawesi Selatan
  • Sulawesi Utara
  • Sulawesu Barat
  • Sumatera Barat

Dari lima wilayah penghasil terbanyak tersebut, produk kakao di Indonesia sebagian besar memiliki lemak dengan titik leleh yang tinggi.

"Jadi kalau dari hasil riset, lemak kakao Indonesia punya titik leleh yang lebih tinggi. Memang diperlukan untuk mencampur biji kakao dari negara lain," kata Diany.

Kekurangannya dari segi komersial ialah cita rasa dan aroma yang kalah dari produk lain. Diany menjelaskan karena kurangnya proses fermentasi.

"Meski dilihat dari cita rasanya yang komersial itu kita biasanya dikenal dengan kakao kualitas rendah, karena sebagian besar petani tidak melakukan fermentasi," ujar Diany.

Hal ini disebabkan oleh pasar yang memang lebih banyak membeli kakao tanpa fermentasi. Petani kakao pun hanya diberi perbedaan harga per kilo kisaran Rp 2.000 sampai Rp 3.000 saja untuk kakao fermentasi. Sementara tambahan waktu fermentasi membutuhkan waktu 3-4 hari.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Mengintip Kecanggihan Dua Kapal Perang Rp 20,3 Triliun yang Dibeli Kemenhan

Mengintip Kecanggihan Dua Kapal Perang Rp 20,3 Triliun yang Dibeli Kemenhan

Tren
Cara Menurunkan Berat Badan Secara Sehat ala Diet Tradisional Jepang

Cara Menurunkan Berat Badan Secara Sehat ala Diet Tradisional Jepang

Tren
10 Manfaat Minum Air Kelapa Murni Tanpa Gula, Tak Hanya Turunkan Gula Darah

10 Manfaat Minum Air Kelapa Murni Tanpa Gula, Tak Hanya Turunkan Gula Darah

Tren
BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat dan Angin Kencang pada 19-20 April 2024

BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat dan Angin Kencang pada 19-20 April 2024

Tren
[POPULER TREN] Status Gunung Ruang Jadi Awas | Kasus Pencurian dengan Ganjal ATM

[POPULER TREN] Status Gunung Ruang Jadi Awas | Kasus Pencurian dengan Ganjal ATM

Tren
Menlu Inggris Bocorkan Israel Kukuh akan Respons Serangan Iran

Menlu Inggris Bocorkan Israel Kukuh akan Respons Serangan Iran

Tren
Erupsi Gunung Ruang pada 1871 Picu Tsunami Setinggi 25 Meter dan Renggut Ratusan Nyawa

Erupsi Gunung Ruang pada 1871 Picu Tsunami Setinggi 25 Meter dan Renggut Ratusan Nyawa

Tren
Menelisik Video Prank Galih Loss yang Meresahkan, Ini Pandangan Sosiolog

Menelisik Video Prank Galih Loss yang Meresahkan, Ini Pandangan Sosiolog

Tren
'Tertidur' Selama 22 Tahun, Ini Penyebab Gunung Ruang Meletus

"Tertidur" Selama 22 Tahun, Ini Penyebab Gunung Ruang Meletus

Tren
Tidak Menghabiskan Antibiotik Resep Dokter Bisa Sebabkan Resistensi, Ini Efek Sampingnya

Tidak Menghabiskan Antibiotik Resep Dokter Bisa Sebabkan Resistensi, Ini Efek Sampingnya

Tren
Video Burung Hinggap di Sarang Semut Disebut untuk Membersihkan Diri, Benarkah?

Video Burung Hinggap di Sarang Semut Disebut untuk Membersihkan Diri, Benarkah?

Tren
Membandingkan Nilai Investasi Apple di Indonesia dan Vietnam

Membandingkan Nilai Investasi Apple di Indonesia dan Vietnam

Tren
Penyebab dan Cara Mengatasi Kulit Wajah Bertekstur atau “Chicken Skin”

Penyebab dan Cara Mengatasi Kulit Wajah Bertekstur atau “Chicken Skin”

Tren
Benarkah Pertalite Dicampur Minyak Kayu Putih Bisa Menaikkan Oktan?

Benarkah Pertalite Dicampur Minyak Kayu Putih Bisa Menaikkan Oktan?

Tren
Viral, Video Truk Melaju Tak Terkendali Tanpa Sopir di Tol Kalikangkung, Ini Kronologinya

Viral, Video Truk Melaju Tak Terkendali Tanpa Sopir di Tol Kalikangkung, Ini Kronologinya

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com