Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Epidemiolog Sebut PPKM Mikro Sulit Kendalikan Pandemi, Ini Alasannya

Kompas.com - 09/02/2021, 07:30 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pemerintah secara resmi akan menerapkan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berbasis mikro mulai Selasa (9/2/2021) ini, hingga 22 Februari 2021.

Kebijakan tersebut tertuang dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 2021.

Sama seperti dua kali PPKM sebelumnya, PPKM Mikro juga diterapkan di 7 provinsi, yaitu Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, dan Bali.

Berbeda dari kebijakan PPKM sebelumnya, pada PPKM mikor ini penerapan Work From Home (WFH) ditambah menjadi 50 persen dan jam operasional pusat perbelanjaan diperpanjang hingga pukul 21.00.

Baca juga: PPKM Mikro Dimulai Besok, Berikut Aturan Terkait Zonasi Daerah

Epidemiolog: Tidak berbasis data

Menanggapi penerapan PPKM mirko, epidemiolog Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan, penerapan kebijakan tersebut tidak berbasis data terkini dan merespons situasi saat ini.

Karena itu Dicky berani menyebut, efektivitas kebijakan tentu tidak akan bermakna dalam pengendalian pandemi Covid-19 di Indonesia.

Menurut dia, pemerintah tak belajar dari pengalaman setahun pandemi ini, karena masih tetap mengeluarkan kebijakan yang setengah-setengah.

"Ini sekali lagi kita tidak belajar dari pengalaman setahun pandemi, bahwa ketika kita setengah-setengah dan tidak fokus pada pengendalian pandemi di sektor kesehatan, maka yang terjadi adalah masalah itu membesar," kata Dicky kepada Kompas.com, Senin (7/2/2021).

"Sekali lagi bau-bau fokus pada selain kesehatan itu lebih kuat, terutama di ekonomi," tambahnya.

Baca juga: PPKM Skala Mikro Dimulai 9 Februari, Epidemiolog: Konsep Belum Jelas

3T belum mengalami perbaikan

Dicky menuturkan, masalah 3T (testing, tracing, treatment) sampai saat ini pun belum mengalami perbaikan secara signifikan.

Jika masalah pandemi ini akan semakin membesar, maka efeknya akan seperti bola salju.

"Semakin besar masalah, yang terjadi semakin besar effort yang harusd dilakukan, ketika itu terjadi, negara belum tentu siap," jelas dia.

Ia menuturkan, kondisi pandemi di Indonesia saat ini sebenarnya bisa dihindari jika respons awal dilakukan dengan cepat.

Untuk kondisi Indonesia saat ini, Dicky menyebut respons yang paling tepat adalah lockdown atau PSBB sesuai Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Agar lebih efektif, PSBB juga harus dilakukan secara serentak.

Baca juga: Rapat dengan Luhut, Apa Masukan yang Diberikan Para Epidemiolog?

Maksimalkan testing

Seandainya PSBB sulit dilakukan, pemerintah bisa memaksimalkan upaya 3T, khususnya testing atau pengujian.

"Kalau pun tidak lockdown ya 3T masif sekali, minimal 300.000 tes Covid-19 sehari," ujarnya.

"Opsinya itu saja, testing masif di Jawa bersama dengan vaksinasi itu, jadi akan melindungi dan mengendalikan pandemi, itu yang belum dilakukan. Tidak ada pelonggaran, WFH kalau tidak 100 persen ya minimal 75 persen," tutupnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com