Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Dugaan Rasialisme terhadap Natalius Pigai, Ini yang Perlu Dilakukan Negara

Kompas.com - 27/01/2021, 20:45 WIB
Rosy Dewi Arianti Saptoyo,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri menetapkan Ketua Relawan Pro Jokowi-Maruf Amin (Pro Jamin) Ambroncius Nababan sebagai tersangka, pada Selasa (26/1/2021).

Ia ditetapkan tersangka dalam kasus dugaan rasialisme terhadap mantan Komisioner Komnas Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai melalui konten yang diunggah di akun Facebook Ambroncius Nababan.

Terkait unggahan Ambroncius Nababan, Direktur Riset Setara Institut Halili Hasan mengatakan bahwa kasus ini adalah diskriminasi ras. Ia berpendapat bahwa setiap orang, apa pun rasnya tidak boleh menjadi objek diskriminasi. 

Baca juga: Bareskrim Resmi Tahan Ambroncius Nababan

Konvensi PBB

Sebelumnya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menyepakati konvensi internasional tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi rasial atau disebut juga International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination (ICERD).

Konvensi ini menurut Halili perlu diterapkan oleh negara anggota PBB, termasuk Indonesia.

Dia menyebutkan ada tiga tindakan yang perlu dilakukan negara sebagai upaya menghapus diskriminasi ras.

"Negara wajib melakukan tiga hal, pertama pemenuhan, penghormatan, kemudian pemajuan," kata Halili saat dihubungi Kompas.com, Rabu (27/1/2021). 

Pemenuhan (obligation to fullfill) yaitu memenuhi hak-hak seluruh ras. Dalam perspektif HAM semua warga negara diposisikan sebagai pemilik hak (right holder) sedangkan negara sebagai pemangku kewajiban (duties holder).

Adapun penghormatan (obligation to respect) merupakan kewajiban negara untuk menghargai dan menghormati hak warga tanpa ada diskriminasi ras tertentu.

Kemudian pemajuan (obligation to promote) ialah kewajiban untuk memastikan adanya promosi terhadap penghapusan diskriminasi rasial.

"Memastikan ada jaminan hukum, memastikan ada kebijakan progresif untuk pemenuhan hak-hak mereka. Termasuk mendidik masyarakat melalui lembaga pendidikan formal maupun nonformal untuk membangun kesadaran lintas rasial," tutur Halili.

Baca juga: Jadi Tersangka Rasialisme terhadap Natalius Pigai, Siapa Ambroncius Nababan?

Rasisme simbolik

Halili juga menjelaskan, terdapat dua bentuk perilaku rasis, salah satunya ialah rasisme simbolik.

Rasisme simbolik merupakan perpaduan antara perasaan anti minoritas dan moral tradisional serta agama yang diyakini.

Perilaku rasis semacam ini biasanya tidak dipraktikan secara langsung melalui tindakan atau ujaran kebencian. Halili menyampaikan bahwa rasisme simbolik ada pada ranah kultural.

"Kalau rasisme simbolik, pada ranah kultural misalnya. Respon yang harus diberikan tentu penyadaran secara kultural," katanya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com