Berdasarkan verifikasi Kompas.com sejauh ini, informasi ini tidak benar.
KOMPAS.com - Beredar informasi di media sosial yang menyebutkan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) menghapus aturan sanksi pidana bagi orang yang menolak mendapatkan vaksin Covid-19.
Penghapusan ini disebut dilakukan Kemenkumham setelah salah satu anggota DPR dari Fraksi PDI-P beberapa waktu lalu menyatakan menolak divaksin virus corona.
Saat dikonfirmasi, Kemenkumham membantah narasi yang beredar di media sosial itu.
Di media sosial Facebook, beredar informasi bahwa Kemenkumham melakukan penghapusan akan sanksi pidana yang dikenakan bagi oknum yang menolak vaksin Covid-19.
Informasi itu diunggah oleh akun Muhammad Saisal di akun Facebook-nya. Narasi unggahannya menyebutkan, penghapusan ini dilakukan setelah ada penolakan terhadap vaksin Covid-19 yang disampaikan oleh salah satu anggota DPR RI dari fraksi PDIP.
Berikut ini adalah narasi lengkap dari unggahan yang dibuat pada 19 Januari 2021 tersebut:
"Cemen.!!!
Negara kalah sama seorang nenek yg merasah bangga sbageio anak peka'ih.."
Ia juga menyertakan tangkapan layar dari unggahan Twitter dari akun @democrazy media yang berjudul "Usai Anak Buah Megawati Tolak Divaksin, Kumham Langsung Hapus Sanksi Pidana".
Benarkah informasi yang beredar ini?
Saat dikonfirmasi, Kepala Biro Humas, Hukum, dan Kerja Sama Kemenkumham, Heni Susilo Wardoyo menyebutkan, saat ini memang ada undang-undang khusus yang mengatur soal sanksi pidana bagi siapa saja yang tidak mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan.
Hal itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Dalam Pasal 93 disebutkan:
"Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan Masyarakat sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masayarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000".
Pada Pasal 9 undang-undang itu disebutkan bahwa setiap orang wajib mematuhi dan ikut serta dalam penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan.
Akan tetapi, Heni menegaskan langkah pidana ini diambil sebagai opsi terakhir.