KOMPAS.com - Epidemiolog dari Universitas Griffith, Australia, Dicky Budiman mengatakan bahwa rapid test antigen tidak boleh dilakukan secara mandiri atau dilakukan bukan oleh ahlinya.
Menurutnya, jika hal itu dilakukan maka akan berpotensi munculnya false positive atau false negative.
Hasil tersebut diakibatkan karena kesalahan mendasar dari teknik atau pemahaman pemeriksaan penunjang.
Karena itu membaca hasil tes harus dilakukan oleh dokter atau tenaga ahli.
"Di Australia sekalipun tidak ada pemeriksaan antigen sendiri. Karena berbahaya. Banyak negara maju mendasarkan rapid test antigen based on lab. Tetap ada lab walaupun kecil," ujar Dicky kepada Kompas.com, (17/1/2021).
Baca juga: 6 Gejala dan Tanda Covid-19 Mulai Mempengaruhi Kesehatan Jantung
Dilansir dari pemberitaan Kompas.com, (5/1/2021), dokter spesialis telinga, hidung, dan tenggorokan (THT), DR dr Sarwastuti Hendradewi, SpTHT-KL(K) mengatakan, ada beberapa risiko kesehatan yang bisa terjadi jika swab tidak dilakukan oleh tenaga profesional.
Kesalahan hasil pemeriksaan.
Kesalahan dalam pengambilan sampel untuk pemeriksaan bisa memberikan hasil yang tidak tepat.
Menurutnya, bisa jadi hasil pemeriksaannya harusnya positif, tapi karena tempat pengambilannya salah, hasilnya menjadi negatif.
Selain itu, yang perlu diperhatikan adalah swab nasofaring dilakukan melalui lubang hidung. Dalam hidung terdapat banyak pembuluh darah dan lapisan kulit dalam (mukosa) yang tipis.
Oleh karena itu, orang awam yang tidak memahami struktur anatomi hidung dan tidak mengetahui bagian yang harus diambil tidak diperkenankan untuk melakukan swab mandiri.
Baca juga: UPDATE: Bertambah 10.365, Kasus Covid-19 Indonesia Capai 927.380 Orang