KOMPAS.com - Pemerintah Inggris akan mengizinkan seseorang untuk diberikan suntikan vaksin Covid-19 yang berbeda pada kesempatan tertentu.
Melansir dari Reuters, Sabtu (2/1/2021), hal itu dilakukan pihak berwenang Inggris meski bukti tentang tingkat kekebalan yang ditawarkan dengan mencampurkan dosis tersebut masih kurang.
Menyimpang dari strategi lain secara global, pemerintah mengatakan orang-orang dapat diberikan kombinasi dua suntikan vaksin Covid-19 berbeda.
Menurut pedoman yang diterbitkan pada Malam Tahun Baru, seperti misalnya jika dosis vaksin yang sama habis.
"(Jika) vaksin yang sama tidak tersedia, atau jika produk pertama yang diterima tidak diketahui, masuk akal untuk menawarkan satu dosis produk yang tersedia secara lokal untuk melengkapi jadwalnya," menurut pedoman tersebut.
Kasus sangat jarang
Kepala imunisasi di Public Health England, Mary Ramsay mengatakan, ini hanya akan terjadi pada kesempatan yang sangat jarang.
Selain itu, pemerintah tidak merekomendasikan pencampuran vaksin Covid-19, yang memerlukan setidaknya dua dosis yang diberikan dalam beberapa minggu.
"Setiap upaya harus dilakukan untuk memberi mereka vaksin yang sama, tetapi jika tidak memungkinkan, lebih baik memberikan dosis kedua dari vaksin lain daripada tidak sama sekali," katanya.
Awal pekan ini, Inggris mengaktifkan kembali rumah sakit darurat yang dibangun pada awal wabah ketika bangsal dipenuhi dengan pasien Covid-19.
Inggris berada di garis depan dalam menyetujui vaksin Covid-19, menjadi negara pertama yang memberikan otorisasi darurat kepada vaksin Pfizer/BioNTech dan AstraZeneca-University of Oxford bulan lalu.
Baca juga: Mengenal Novavax, Vaksin Terbaru yang Akan Digunakan di Indonesia
Lantas, amankah penggunaan vaksin campuran tersebut?
Ahli patologi klinis dari Universitas Sebelas Maret (UNS) dr Tonang Dwi Ardyanto mengatakan, metode pemberian vaksin Covid-19 campuran secara teori menurutnya berisiko.
Namun demikan, akan berbeda jika vaksin-vaksin yang akan digunakan telah dibuktikan secara uji klinis.
"Kondisi pemberian dengan vaksin berbeda itu hanya pada kondisi terpaksa, dimana pasien berada pada risiko sangat tinggi, atau tidak diketahui jenis vaksin yang diterima sebelumnya," kata Tonang kepada Kompas.com, Minggu (3/1/2021).