Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RS Swasta Buka Pre-Order Vaksin Covid-19, Haruskah Ikut Pesan dari Sekarang?

Kompas.com - 13/12/2020, 08:05 WIB
Jawahir Gustav Rizal,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sejumlah rumah sakit swasta mulai memberikan penawaran pre-order vaksinasi Covid-19 mandiri kepada masyarakat.

Salah satu RS swasta yang terkonfirmasi membuka pre-order vaksin Covid-19 adalah RS Universitas Islam Indonesia (UII) di Bantul, DI Yogyakarta.

Kompas.com, Jumat (11/12/2020), memberitakan, Direktur RS UII Widodo Wirawan mengatakan, vaksin yang disediakan RS UII sama seperti dari pemerintah, meski ia tidak secara spesifik menyebut merek vaksin yang ditawarkan.

Dia menyebutkan, harga vaksin berkisar Rp 450.000 sampai Rp 500.000 per dosis suntikan.

Widodo mengatakan, Kementerian Kesehatan dan asosiasi rumah sakit sudah meminta rumah sakit untuk mendata warga yang memesan vaksin. 

Selain RS UII Yogyakarta, pre-order vaksin Covid-19 juga ditawarkan oleh RSU Bunda Jakarta. Informasi penawaran vaksin diunggah oleh akun Instagram RSU Bunda Jakarta pada Sabtu (12/12/2020).

Baca juga: 6 Negara yang Setujui Penggunaan Vaksin Covid-19 Pfizer

Haruskah ikut pesan vaksin dari sekarang?

Epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman, mengatakan, masyarakat sebaiknya tidak terburu-buru untuk ikut pre-order vaksin Covid-19.

Dia menyebutkan, jika masyarakat bersedia mengeluarkan dana mandiri untuk membeli vaksin, maka setidaknya menunggu terlebih dulu hingga merek vaksin yang ditawarkan jelas, dan memenuhi kriteria.

"Vaksinnya itu harus jelas dulu yang mana. Yang jelas harus aman dan punya efektivitas yang memadai, minimal 90 persen. Sejauh ini baru tiga, Pfizer, Moderna, dan Oxford (AstraZeneca)," kata Dicky saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (12/12/2020).

Dicky mengatakan, pemerintah harus memastikan bahwa merek vaksin Covid-19 yang ditawarkan oleh rumah sakit harus sudah terbukti memenuhi kriteria secara standar ilmiah, baik global maupun nasional.

"Kalau tiga itu kan sudah (Pfizer, Moderna, Oxford). Karena ini kan vaksin diberikan kepada orang sehat, ya jangan sampai ada potensi yang memperburuk kesehatan," kata Dicky.

Baca juga: Tidak Semua Warga Dapat Vaksin Gratis, Ini Dampaknya Menurut Epidemiolog

Tidak seharusnya dikomersilkan

Ilustrasi pengembangan vaksin Covid-19 di Australia dihentikan setelah ditemukan reaksi positif HIV pada partisipan uji coba vaksin.SHUTTERSTOCK/LookerStudio Ilustrasi pengembangan vaksin Covid-19 di Australia dihentikan setelah ditemukan reaksi positif HIV pada partisipan uji coba vaksin.
Dicky berpendapat, dalam situasi pandemi Covid-19 yang masih berlangsung dan sudah ditetapkan sebagai bencana nasional, tidak ada dasar yang cukup untuk mengkomersilkan vaksin maupun terapi lainnya.

"Lha kita mau mengendalikan wabah, tapi kok malah jualan. Itu secara etika rasanya tidak pantas sama sekali," kata Dicky.

Dari sisi regulasi, menurut dia, vaksin Covid-19 akan masuk kategori imunisasi program khusus, yang berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Imunisasi, ditanggung atau diselenggarakan oleh pemerintah.

"Kalau mau (komersil) cabut dulu status pandeminya, atau cabut dulu status bencana nasionalnya," ujar Dicky.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com