Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Buaya Mangsa Manusia, Ini yang Perlu Dipahami soal Perilaku Buaya

Kompas.com - 30/11/2020, 11:13 WIB
Jawahir Gustav Rizal,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Peristiwa buaya memangsa manusia kembali terjadi. Kali ini peristiwa tersebut terjadi di Desa Pantai, Kecamatan Kelumpang Selatan, Kotabaru, Kalimantan Selatan.

Diberitakan Kompas.com, Sabtu (28/11/2020), peristiwa naas itu menimpa MS (40) warga desa tersebut yang tewas diterkam buaya pada Kamis (26/11/2020).

Buaya menerkam saat MS sedang mencuci tangan di pintu air tambak usai memanen bandeng dan kepiting.

Jasad korban baru ditemukan setelah dilakukan pencarian selama 18 jam oleh tim gabungan dari Polair Kotabaru, Lanal Kotabaru, dan warga setempat.

Saat ditemukan, jasad korban dalam kondisi tidak utuh dan sebagian tubuhnya belum ditemukan.

Apa yang perlu kita ketahui soal buaya dan bagaimana harus bertindak saat melihat buaya?

Baca juga: Viral, Video Buaya Sepanjang 2,9 Meter Masuk Parkiran Mall di Palu

Buaya adalah predator

Ahli herpetologi (reptil dan amfibi) dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Amir Hamidy, menjelaskan, kasus serangan buaya terhadap manusia harus dilihat dari berbagai sisi.

"Pertama adalah perilaku. Buaya ini kan satwa liar dan dia predator. Predator apa? Ya predator ikan, mamalia, dan reptil lainnya yang ada di sungai dan badan sungai," kata Amir saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (28/11/2020).

"Nah kalau ukuran kita itu masuk di ukuran mangsa dia, ya kita menjadi mangsa dia. Lha wong dia itu memang predator," imbuhnya.

Kedua, Amir mengatakan, buaya ini adalah salah satu spesies yang dilindungi. Selain itu, buaya juga memiliki tingkat adaptasi yang cukup bagus di lokasi perairan Indonesia.

"Oleh karena itu kasusnya paling banyak terjadi. Terutama di wilayah Nusa Tenggara, Kalimantan, dan juga Sulawesi," kata Amir.

Interaksi manusia dan buaya

Amir mengatakan, pada kasus yang baru-baru ini terjadi di Kalimantan, sungai besar yang merupakan habitat asli buaya, badan sungainya mengalami alih fungsi menjadi tambak.

"Karena habitat dia (buaya) dikonversi seperti itu, berarti kan menyediakan habitat baru bagi anak-anak buaya," ujar dia.

Amir menyebutkan, berdasarkan survei yang dilakukan LIPI pada 2018 di Kalimantan Timur, kepadatan populasi anakan buaya di sekitar tambak justru lebih besar.

"Karena (buaya) yang kecil-kecil itu ada makanannya dari tambak, ya kepiting, ikan, dan lain sebagainya. Nah kalau (buaya) yang besar itu masuk ke sungainya," kata Amir.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com