KOMPAS.com – Gunung Ile Lewotolok atau yang sering disebut Gunung Ile Ape mengalami erupsi pada Jumat (27/11/2020).
PVMBG Pos Pengamatan Gunung Ile Lewotolok menyatakan erupsi terjadi pada pukul 05.57 WITA.
Ketinggian tinggi kolom abu yang teramati dalam erupsi tersebut sekitar 500 meter di atas puncak.
Kolom abu teramati berwarna kelabu hingga hitam dengan intensitas tebal condong ke arah barat.
Erupsi menyebabkan beberapa desa di sekitar lereng gunung diguyur hujan abu dan pasir.
Baca juga: Pagi Ini Gunung Ile Lewotolok Erupsi, Sejumlah Desa Diguyur Hujan Abu dan Pasir
Gunung Ile Lewotolok terletak di Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur. Mengutip laman Kementerian ESDM, Gunung Ili Lewotolok memiliki ketinggian 1.423 meter di atas permukaan laut.
Status gunung berapi ini adalah waspada (level II) sejak 7 Oktober 2017.
Mengutip Harian Kompas 1 Februari 2014, nama Ile Lewotolok berasal dari bahasa daerah setempat (bahasa Lamaholot) yang berarti gunung api.
Gunung tersebut dipercaya pernah meletus dahsyat berkali-kali sejak tahun 1666 hingga 1920-an. Di antaranya letusan yang terjadi pada tahun 1660, 1819, 1849, 1852, 1864, 1889, 1920.
Dampak letusan-letusan yang terjadi di gunung tersebut disebut telah meluluhlantakkan seluruh Pulau Lembata dan pulau-pulau di sekitarnya.
Pada 7 Oktober 2017, Gunung Ile Lewotolok dinaikkan statusnya menjadi waspada. Masyarakat dilarang mendekati zona perkiraan bahaya di area kawah dan di seluruh area dengan radius 2 km.
Selang beberapa hari dari kenaikan status itu, wilayah Lembata juga diguncang gempa berkali-kali, yang mengakibatkan 671 warga diungsikan.
Baca juga: Status Gunung Ile Lewotolok di Lembata Naik Menjadi Waspada
Harian Kompas memberitakan, 11 Oktober 2017, gempa merupakan akibat aktivitas sesar lokal, namun tidak dapat disimpulkan gempa berkaitan dengan peningkatan aktivitas Gunung Ile Ape.
Wakil Bupati Lembata Thomas Ola Langoday saat itu mengatakan gunung Ile Lewotolok merupakan gunung yang tidak punya hutan dan pohon.
Adapun, lereng adalah batu wadas diselingi pasir dan tanah. Sehingga saat guncangan gempa terjadi, material berjatuhan dari arah gunung dan menimpa ladang maupun pemukiman warga.
Baca juga: Dalam 24 Jam, Terdengar 10 Kali Suara Gemuruh dari Gunung Merapi