Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mustakim
Jurnalis

Eksekutif Produser program talkshow Satu Meja The Forum dan Dua Arah Kompas TV

RUU Cipta Kerja, Tragedi di Tengah Pandemi

Kompas.com - 07/10/2020, 09:46 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DI tengah pandemi yang belum sepenuhnya terkendali, pemerintah dan DPR RI mengesahkan Omnibus Law RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang melalui rapat paripurna, Senin (5/10/2020).

Seperti sudah diduga sebelumnya, pemerintah dan DPR RI akan tetap mengesahkan RUU yang memicu kontroversi ini meski ditentang banyak kalangan.

Sama seperti revisi UU KPK, pemerintah dan DPR RI tetap melenggang meski ribuan bahkan mungkin puluhan ribu rakyat turun ke jalan sebagai bentuk penolakan.

DPR RI mengklaim, RUU yang memuat 15 bab dan 174 pasal ini disahkan setelah melalui pembahasan dan perdebatan yang panjang. Ada 64 kali rapat sejak 20 April hingga 3 Oktober 2020 guna membahas beleid ini.

Hampir semua fraksi mengamini pengesahan RUU ini. Hanya ada dua fraksi yang menolak, yakni Fraksi PKS dan Fraksi Partai Demokrat. Dua fraksi ini menolak seluruh hasil pembahasan RUU Cipta Kerja.

Sejak awal, RUU ini menuai banyak penolakan, khususnya dari kalangan pekerja. Pasalnya, regulasi ini dinilai akan memangkas hak-hak kaum pekerja mulai dari soal upah, ancaman PHK semena-mena hingga menyusutnya pesangon yang akan diterima.

Beberapa poin yang menjadi keberatan para pekerja di antaranya soal penghapusan upah minimum kota/kabupaten (UMK) dan diganti dengan upah minimum provinsi (UMP). Aturan ini dinilai akan membuat upah pekerja lebih rendah.

Mereka juga mengkritisi tidak adanya batas waktu perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau pegawai kontrak. Aturan ini dinilai merugikan pekerja karena jangka waktu kontrak akan berada di tangan pengusaha dan status pekerja kontrak bisa selamanya. Selain itu pengusaha sewaktu-waktu bisa melakukan PHK.

Gerilya di tengah ancaman virus Corona

Banyak kalangan menyesalkan pengesahan RUU yang sarat kontroversi ini. Pertama, karena banyak pasal di RUU ini yang dinilai bermasalah dan merugikan rakyat, khususnya para pekerja. Selain itu, RUU ini disahkan di tengah meruaknya virus Corona dan pandemi yang belum sepenuhnya terkendali.

Ada kesan, pemerintah dan DPR RI sengaja memanfaatkan pandemi guna meloloskan RUU ini. Pasalnya, saat ini semua mata tertuju pada penanganan virus Corona dan konsentrasi tercurah pada upaya menangani pandemi.

Pembahasan RUU ini juga dilakukan diam-diam seperti mengejar setoran. Masa reses juga tetap digunakan untuk membahas RUU yang dinilai "cacat" ini.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com