KOMPAS.com - Pemerintah Aljazair memblokir media sosial dan membatasi internet untuk meghindari kecurangan selama ujian nasional tingkat SMA yang dimulai sejak Minggu (13/9/2020).
Jejaring sosial, seperti Facebook, Twitter, dan WhatsApp tak dapat diakses, sementara internet di seluruh negeri mengalami gangguan.
Prosedur itu telah diterapkan di Aljazair selama lima tahun terakhir, setelah maraknya kebocoran soal ujian di interet.
Pemblokiran media sosial dan pembatasan internet ini pun membuat marah warga, terutama bagi para pekerja pemerintah yang bergantung pada layanan internet.
Dikutip dari al-Ain al-Akhbariyah, Selasa (15/9/2020), keputusan tegas Aljazair ini dikeluarkan akibat maraknya kasus kecurangan dalam ujian selama beberapa tahun terakhir.
Maraknya kecurangan ini disebut karena kurangnya kontrol pemerintah, sehingga membuat tingkat kelulusan di beberapa daerah mencapai 100 persen.
Baca juga: Virus Corona Mulai Masuk Aljazair, Bagaimana Kesiapan Afrika?
Selain memblokir media sosial, pemerintah juga menerapkan aturan baru yang mulai berlaku tahun ini.
Dalam aturan itu, siapa pun yang terbukti melakukan kecurangan akan mendapatkan hukuman penjara maksimal 15 tahun penjara dan denda hingga 1 juta dinar Aljazair atau 7.783 dollar AS.
Kementerian Pendidikan Aljazair mengungkapkan, pemberlakuan aturan itu untuk memastkan integritas ujian dan meminimalisir kecurangan.
Di antara aturan baru yang paling mencolok adalah Pasal 235 mengenai hukuman untuk menyontek ujian berupa penjara paling lama 3 tahun dan denda maksimal 300.000 dinar Aljazair atau 2.335 dollar AS.
Sejak diterapkan, sudah ada seorang siswa dan dua guru yang terbukti melakukan kecurangan ujian.
Kementerian Kehakiman mengatakan, putusan pengadilan terhadap seorang siswa di Provinsi Guelma berupa satu tahun penjara dan denda 100.000 dinar Aljazair atau 776 dollar AS, seperti diberitakan Sky News Arabia, Senin (14/9/2020).
Baca juga: Rekor Baru, Minaret Masjid Aljazair Tertinggi di Dunia
Sementara, dua orang guru di Provinsi M'Sila dan Provinsi Djelfa juga mendapatkan hukuman penjara setelah membocorkan soal ujian Bahasa Arab dan Bahasa Inggris.
Pada 2016, pihak berwenang memblokir sementara akses ke jejaring sosial untuk mencegah kecurangan setelah dokumen yang bocor memaksa ratusan ribu siswa untuk mengulang ujian sarjana muda.
Pihak berwenang kemudian menangkap puluhan orang, termasuk kepala pusat ujian nasional dan guru dengan tuduhan membocorkan ujian.