Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Petani Merugi Saat Sektor Pertanian Tumbuh di Tengah Pandemi Corona, Apa Masalahnya?

Kompas.com - 12/09/2020, 16:05 WIB
Jawahir Gustav Rizal,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Ketika sejumlah sektor perekonomian mengalami kontraksi atau penurunan pertumbuhan di masa pandemi, hal berbeda justru dicatatkan oleh sektor pertanian.

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan, sektor pertanian justru mampu tumbuh di tengah pandemi Covid-19.

Dilansir Antara (3/9/2020), Syahrul mengatakan bahwa sektor pertanian tercatat mampu tumbuh sebesar 16,4 persen. Hal tersebut disebabkan karena produk-produk dari sektor pertanian, sangat dibutuhkan oleh masyarakat.

Baca juga: Beberapa Catatan soal Resesi Inggris...

Pernyataan Syahrul juga sesuai dengan data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

Diberitakan Kompas.com (7/8/2020), BPS mencatat, sepanjang April-Juni 2020, kinerja sektor pertanian tumbuh 2,19 persen secara tahunan (year on year/yoy).

Kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 15,46 persen, menjadi sektor terbesar kedua.

Baca juga: Mengenal Apa Itu Resesi Ekonomi, Dampak, dan Penyebabnya...

Petani justru merugi

Namun, meski mencatatkan pencapaian statistik yang positif, kondisi berbeda justru dirasakan para petani di lapangan.

Dilansir Antara (12/9/2020), petani kubis di sentra produksi Desa Buluharjo, Kecamatan Plaosan, Kabupaten Magetan Jawa Timur, melaporkan kerugian akibat harga anjlok di tingkat petani ketika memasuki musim panen.

Pairan, petani kubis di desa tersebut, mengatakan saat ini harga kubis di tingkat petani hanya berkisar Rp 1.000 - Rp 2.000 per kilogram.

Baca juga: Selain Indah, Embun Es di Dieng Juga Bermanfaat bagi Petani, Simak Penjelasannya...

Padahal, sebelumnya harga kubis masih di kisaran Rp 3.000 - Rp 5.000 per kilogram.

Dengan harga yang teramat rendah itu, petani merugi lantaran hasil yang didapat tidak sesuai dengan biaya tanam yang dikeluarkan.

Dia menilai, penurunan harga kubis disebabkan dampak pandemi Covid-19, sehingga daya beli masyarakat menurun dan menyebabkan permintaan pasar lesu.

Baca juga: Kisah Andreas, Anak Petani yang Berhasil Raih 5 Beasiswa Master di Taiwan

Harga hancur

Ilustrasi menanam cabai di dalam pot. SHUTTERSTOCK/OLGA KORICA Ilustrasi menanam cabai di dalam pot.

Sementara itu, diberitakan Kompas.com (7/8/2020), Jono, seorang petani cabai di lereng Gunung Merapi, Boyolali, Jawa Tengah, mengatakan bahwa harga jual cabai anjlok.

Harga jual cabai rawit turun drastis menjadi Rp 7.000 per kilogram. Padahal harga normal cabai awalnya bisa mencapai Rp 20.000 per kilogram.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Mengenal Hutan Hujan dan Mengapa Keberadaannya Sangat Penting bagi Masyarakat Global

Mengenal Hutan Hujan dan Mengapa Keberadaannya Sangat Penting bagi Masyarakat Global

Tren
Rekrutmen Bersama BUMN 2024, Peserta Hanya Bisa Unduh Safe Exam Browser via Laptop

Rekrutmen Bersama BUMN 2024, Peserta Hanya Bisa Unduh Safe Exam Browser via Laptop

Tren
Jejak Prabowo di Pilpres, Akhirnya Jadi Presiden Usai 3 Kali Kalah

Jejak Prabowo di Pilpres, Akhirnya Jadi Presiden Usai 3 Kali Kalah

Tren
Wacana Iuran Pariwisata Melalui Tiket Penerbangan, Akankah Tarif Pesawat Akan Naik?

Wacana Iuran Pariwisata Melalui Tiket Penerbangan, Akankah Tarif Pesawat Akan Naik?

Tren
Prabowo-Gibran Resmi Ditetapkan sebagai Presiden dan Wakil Presiden Terpilih

Prabowo-Gibran Resmi Ditetapkan sebagai Presiden dan Wakil Presiden Terpilih

Tren
Sejarah Olimpiade yang Saat Ini Jadi Kompetisi Olahraga Terbesar di Dunia

Sejarah Olimpiade yang Saat Ini Jadi Kompetisi Olahraga Terbesar di Dunia

Tren
Viral, Video Perempuan Paksa Minta Uang ke Warga, Ini Kata Sosiolog

Viral, Video Perempuan Paksa Minta Uang ke Warga, Ini Kata Sosiolog

Tren
Profil Chandrika Chika, Selebgram yang Terjerat Kasus Narkoba

Profil Chandrika Chika, Selebgram yang Terjerat Kasus Narkoba

Tren
Siomai dan Pempek Jadi Jajanan Kaki Lima Terbaik Dunia 2024

Siomai dan Pempek Jadi Jajanan Kaki Lima Terbaik Dunia 2024

Tren
Mengenal Apa Itu Lemak, Berikut Manfaat dan Pengaruh Negatifnya

Mengenal Apa Itu Lemak, Berikut Manfaat dan Pengaruh Negatifnya

Tren
Memahami Gugatan PDI-P atas KPU ke PTUN, Bisa Pengaruhi Hasil Pemilu 2024?

Memahami Gugatan PDI-P atas KPU ke PTUN, Bisa Pengaruhi Hasil Pemilu 2024?

Tren
Penelitian Ungkap Sebagian Kota Besar di China Terancam Tenggelam pada 2120

Penelitian Ungkap Sebagian Kota Besar di China Terancam Tenggelam pada 2120

Tren
LINK Live Streaming Penetapan Prabowo-Gibran Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Mulai Pukul 10.00 WIB

LINK Live Streaming Penetapan Prabowo-Gibran Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Mulai Pukul 10.00 WIB

Tren
Ramai soal Lowker untuk Lansia, Praktisi Apresiasi sebagai Pemberdayaan Strategis dan Inklusif

Ramai soal Lowker untuk Lansia, Praktisi Apresiasi sebagai Pemberdayaan Strategis dan Inklusif

Tren
Profil Mooryati Soedibyo, Pendiri Mustika Ratu yang Meninggal di Usia 96 Tahun

Profil Mooryati Soedibyo, Pendiri Mustika Ratu yang Meninggal di Usia 96 Tahun

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com