KOMPAS.COM - Sistem ganjil genap di DKI Jakarta akan mulai diterapkan kembali pada Senin (3/8/2020) di masa PSBB transisi.
Kepala Dishub DKI Jakarta Syafrin Liputo mengatakan kebijakan tersebut diambil lantaran kondisi lalu lintas yang sudah sangat padat, bahkan melebihi dari kondisi normal sebelum ada pandemi.
Oleh karena itu, pihaknya mengimbau kepada seluruh masyarakat agar hanya melakukan perjalanan penting saja untuk menghindari penumpukan.
Di lain pihak, pengamat kebijakan publik dan transportasi Azas Tigor Nainggolan menilai, pemberlakuan ganjil genap di masa pandemi saat ini tidak tepat.
Ia khawatir penerapan kebijakan tersebut akan memunculkan klaster penyebaran Covid-19 di transportasi umum. Perlu diingat, sistem ganjil genap dimunculkan untuk mendorong masyarakat beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi umum.
“Kondisinya (sekarang), masih meningkat kasusnya (Covid-19), itu kembali lagi angkutan umum jadi klaster lagi, klaster penyebaran virus Covid-19, terjadi penumpukan (penumpang) lagi kan," ungkap Tigor saat dihubungi Kompas.com, Minggu (2/8/2020).
"Usul saya sekarang, ganjil genapnya ditunda dulu. Karena, ganjil genap itu kan untuk mengendalikan orang tidak pakai kendaraan pribadi, supaya naik angkutan umum," imbuhnya.
Baca juga: Aturan Ganjil Genap Jakarta Mulai Berlaku Besok, Ini yang Perlu Diperhatikan
Menurutnya, kemacetan yang terjadi di Jakarta terjadi karena aturan PSBB transisi tidak ditegakkan dengan tegas.
Terutama, kata dia, menyoal pelanggaran kapasitas 50 persen perkantoran. Fakta yang terjadi yakni munculnya klaster perkantoran pada pekan lalu.
"Nah, ini kan berarti ada pelanggaran oleh perkantoran, perusahaan-perusahaan, harusnya yang bekerja hanya 50 persen kan, 50 persen lagi WFH," jelas dia.
Oleh karena itu, Tigor meminta pemerintah tegas terhadap penegakkan aturan PSBB transisi sehingga tidak ada atau muncul klaster baru lagi.
Baca juga: Besok, Transjakarta Tambah 155 Bus di 10 Koridor yang Bersinggungan Kebijakan Ganjil-genap
Selain hal di atas, Tigor menilai Jakarta belum siap menerapkan sistem ganjil dan genap. Pasalnya perbandingan antara penumpang dengan ketersediaan transportasi umum belumlah sepadan.
Dirinya khawatir, pelaksanaan kebijakan tersebut berdampak pada berjubelnya penumpang sewaktu mengakses angkutan umum. Hal itu tentunya dapat memunculkan persoalan baru terkait penyebaran virus corona.
"Orang berpikirnya kalau bekerja kan enggak boleh terlambat, kalau terlambat mereka kan dipotonglah tunjangan, bahkan dipecat. Akhirnya memaksakan diri kalau naik commuter line, angkutan umum," ungkap Tigor.
Sebelum menerapkan kebijakan ganjil genap, Pemprov DKI Jakarta seharusnya mempersiapkan transportasi umum yang memadai dan sehat.