KOMPAS.com – Sepekan ini, telur infertil tengah menjadi perhatian publik ketika ditemukan penjualannya di sebuah pasar di Tasikmalaya, Jawa Barat.
Jika merujuk Peraturan Menteri Pertanian Nomor 32 Tahun 2017, sebetulnya tidak ada larangan untuk mengkonsumsi telur infertil.
Namun, telur ini dilarang untuk diperjualbelikan karena dikhawatirkan akan merusak pasar telur ayam konsumsi dan harganya.
Telur ayam infertil biasanya dijual dengan harga lebih murah daripada telur yang biasa kita konsumsi.
Kepala Subdit Pengawasan Keamanan Produk Hewan Kementerian Pertanian, Drh. Imron Suandy, MVPH menjelaskan, dalam dunia industri perunggasan, dikenal 2 jenis telur yakni telur tertunas atau Hatching egg (HE) dan telur konsumsi.
“Telur tertunas adalah telur yang dibuahi oleh pejantan. Telur ini diproses untuk menjadi day old chick (DOC) atau yang disebut sebagai bibit,” ujar Imron saat dihubungi Kompas.com, Kamis (11/6/2020).
Sebelum jadi DOC, telur tesebut memerlukan pemrosesan terlebih dahulu. Telur dimasukkan ke dalam mesin untuk inkubasi minimal selama 18 hari.
Dalam prosesnya, ada telur yang tidak dapat menetas. Telur itu kemudian dikeluarkan dari mesin. Telur inilah yang kemudian dikenal sebagai telur infertil.
Baca juga: Soal Telur Infertil, Adakah Perbedaan Nilai Gizi dengan Telur Fertil?
Kekhawatiran ada pada masa simpan yang sudah terlalu lama sehingga merusak kualitas telur jika dikonsumsi.
Secara umum, kata Imron, mengonsumsi telur infertil relatif aman.
Akan tetapi, masa simpannya sudah terlalu lama di mesin sehingga dikhawatirkan berpengaruh pada kualitas telur.
“Sebetulnya kalau dikatakan aman, ya aman. Masalahnya kalau infertil, ada masa harus diproses untuk ditetaskan. Jadi begitu keluar dari mesin, dia (telur) sudah berumur lama. Jadi ini memengaruhi masa simpan,” ujar Imron.
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) telur konsumsi tahun 2018, masa simpan adalah 14 hari setelah produksi, pada suhu ruangan dengan kelembaban 80-90 persen.
Masa simpan telur dapat bertahan sampai 30 hari sejak dari produksi jika berada pada suhu dingin yaitu 4–7 derajat celcius dengan kelembaban 60-70 persen.
"Telur HE dari breeding farm selama proses inkubasi dalam mesin setter banyak mengalami fumigasi, umumnya menggunakan formaldehid (atau biasa dikenal formalin) untuk mencegah kontaminasi mikroorganisme," ujar Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian (Dirjen PKH Kementan), I Ketut Diarmita, dalam keterangan yang diterima Kompas.com, Minggu (14/6/2020).