Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menilik Fenomena Masyarakat yang Nekat "Ngemal" dan Abaikan Protokol Kesehatan...

Kompas.com - 23/05/2020, 20:30 WIB
Retia Kartika Dewi,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Unggahan video sejumlah orang tengah berebut masuk di salah satu mal di Banten ramai di media sosial pada Jumat (22/5/2020).

Dalam video singkat tersebut, terlihat petugas membuka mal secara perlahan dan tak lama kemudian sejumlah pengunjung yang telah antre mulai memasuki mal dengan berebut.

Diketahui, para pengunjung berebut mencari barang atau keperluan untuk menyambut Lebaran.

Baca juga: Viral, IDAI Ungkap Data Kasus Covid-19 pada Anak, Ini Penjelasannya

Salah satu pengguna Twitter bernama Gesya, @cudle mengunggah video tersebut dan menjadi viral.

"Semangat banget nih mokat club," tulis dia dalam twitnya.

Tangkapan layar akun Twitter gesya, @cudble yang mengunggah video viral sejumlah warga berebut memasuki mall di Lebak, Banten.Twitter: @cudble Tangkapan layar akun Twitter gesya, @cudble yang mengunggah video viral sejumlah warga berebut memasuki mall di Lebak, Banten.

Baca juga: Viral soal Informasi Suara Dentuman di Bandung, Ini Penjelasan Lapan, BMKG dan PVMBG

Hingga kini, video tersebut telah diretwit sebanyak 12.200 kali dan telah disukai sebanyak 17.000 kali oleh pengguna Twitter lainnya.

Adapun video ini viral karena masih banyak warga yang mengabaikan protokol kesehatan yang telah ditekankan oleh Pemerintah.

Bagaimana pendapat sosiolog mengenai hal ini?

Sosiolog sekaligus dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Siti Zunariyah mengungkapkan bahwa kejadian tersebut dapat dilihat dari segi kultural dan peluang oleh produsen.

"Secara kultural, tradisi berbelanja adalah simbol dari ekspresi masyarakat yang telah selesai melaksanakan ibadah puasa sehingga kembali bersih seperti baru, sebagaimana baju-baju yang mereka belanjakan di mal, meski dilarang di masa pandemi ini," ujar Siti saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (23/5/2020).

Menurutnya, karena sudah menjadi budaya dan dilakukan secara turun temurun oleh orangtua mereka, sehingga sulit bagi mereka untuk menghapuskan kebiasaan tersebut.

"Dengan begitu, risiko penyakit tidak menjadi penghalang baginya," kata dia.

Baca juga: Mengapa Keputusan Shalat Idul Fitri dari MUI Tak Dijalankan Serentak?

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com