KOMPAS.com – Para ilmuwan mengatakan, Matahari saat ini tengah memasuki periode "lockdown" yang berpotensi menimbulkan berbagai bencana, seperti gempa bumi, cuaca beku, dan kelaparan.
Menurut mereka, saat ini aktivitas permukaan matahari sedang turun drastis karena berada dalam periode solar minimum (minimum matahari).
Akibatnya, sinar matahari mengalami penurunan drastis yang ditandai dengan bintik matahari yang menghilang.
“Solar minimum sedang berlangsung, dan ini parah,” ujar astronom Dr Tony Phillips, dikutip dari The Sun, Minggu (17/5/2020).
Terparah dalam satu abad terakhir
Menurut Philips, dari jumlah bintik matahari yang ada, kondisi saat ini termasuk yang terparah dalam satu abad terakhir.
Akibatnya, menurut dia, medan magnet matahari menjadi lemah, memungkinkan sinar kosmik ekstra ke tata surya.
"Kelebihan sinar kosmik menimbulkan bahaya kesehatan bagi para astronot dan perubahan udara kutub, memengaruhi elektro-kimia atmosfer Bumi, dan dapat membantu memicu petir," ujarnya.
Dalton Minimum
Para ilmuwan NASA mengkhawatirkan hal ini bisa memicu kembali terjadinya Dalton Minimum yang pernah terjadi antara tahun 1790 dan 1830.
Pada saat Dalton Minimum terjadi, suhu menjadi sangat dingin, munculnya letusan besar gunung berapi, gagal panen, dan timbulnya kelaparan.
Saat itu, suhu anjlok hingga 2 derajat celsius selama 20 tahun dan produksi pangan dunia merosot.
Letusan Gunung Tambora di Indonesia pada 10 April 1815, yang menewaskan sedikitnya 71.000 orang juga dianggap sebagai bagian dari efek Dalton Minimum saat itu.
Dampak lainnya saat itu, juga menjadi tahun tanpa musim panas pada tahun 1816.
Baca juga: Benang Plasma di Atmosfer Matahari Tertangkap Teleskop Ini
Melansir dari Forbes yang menukil data dari Spaceweather.com, sudah ada 100 hari pada tahun 2020 ini, di mana matahari menunjukkan nol bintik matahari.