Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Melawan Covid-19 dengan Kerendahan Hati

Kompas.com - 04/04/2020, 11:36 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini


ALMARHUM kakek saya, T.K.Suprana mewariskan bagi keluarga besar Suprana sebuah wejangan berasal dari kearifan tadisional Jawa yaitu ojo dumeh.

Pada hakikatnya, makna wejangan ojo dumeh multi-aspek., multi-kompleks, multi-dimensional seolah tak kenal batasan sejauh daya-pikir serta daya-tafsir manusia memungkinkannya.

Makna

Kata ojo bermakna sederhana dan singkat yaitu jangan. Namun kata dumeh bisa ditafsirkan beraneka-ragam mulai dari takabur, sombong, arogan, congkak, sewenang-wenang, lupa-daratan, tinggi-hati, merasa diri pasti benar sementara orang lain pasti salah, sampai dengan segenap sifat buruk yang berlawanan dengan kerendahan-hati.

Memang pada masa tidak menghadapi masalah, manusia termasuk saya kerap lupa pada wejangan ojo dumeh.

Namun pada saat menghadapi musibah yang menyadarkan saya bahwa pada dasarnya diri saya sekadar sesosok makhluk hidup yang sama sekali tidak berdaya bahkan sama sekali tidak ada artinya di alam semesta yang maha luas.

Saya teringat pada ojo dumeh ketika tidak berdaya menghadapi masalah. Mulai dari penggusuran rakyat atas pembangunan, penghinaan dan penindasan terhadap rakyat miskin, proses diri makin mendekati masa ajal, sampai dengan pageblug wabah Covid-19.

Tawadhu

Bukan secara kebetulan sebab pasti ada hikmah makna bahwa Yang Maha Kasih mempertemukan saya yang Nasrani dengan dua tokoh pemikir Islam: Gus Dur dan Cak Nur, yang sayang kini keduanya sudah almarhum seperti kakek saya.

Dari kedua beliau, saya memperoleh berbagai ajaran mengenai kearifan pemikiran Islam, antara lain yang seiring-sejalan dengan ojo dumeh adalah tawadhu. Kata tawadhu berasal dari kata bahasa Arab tawadha’atil ardhu. Makanya, letak tanah ini lebih rendah daripada tanah sekelilingnya.

Maka, tawadhu dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai ketundukan, kepatuhan dan terutama kerendahan hati.

Ibnu Hajar menjelaskan bahwa tawadhu adalah suatu kearifan untuk senantiasa meletakkan diri lebih rendah ketimbang orang lain.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com