KOMPAS.com - Kecenderungan rasisme mulai terjadi di sejumlah negara pada etnis Tionghoa atau warga China setelah wabah infeksi virus corona merebak sebulan terakhir.
Kini, masyarakat China atau Asia diidentikkan dengan pembawa virus dan potensial untuk menularkannya pada bangsa lain.
Dikutip dari CGTN, seorang netizen asal China mengunggah sebuah foto yang menunjukkan ayahnya tengah berpose di depan mobil yang diberikan oleh si anak sebagai kejutan.
Di kolom komentar terdapat sebuah kalimat yang kurang pantas, intinya ia meminta mereka untuk tetap berada di China sampai persebaran virus benar-benar bisa diatasi.
Selain itu, banyak juga restoran Vietnam yang menuliskan pengumuman "Tidak menerima orang China" di depan tempat mereka berusaha.
Baca juga: Virus Corona, Inggris Tarik Staff Kedubes dari China dan Mulai Karantina 83 Warganya
Beralih ke media sosial, di Twitter Jepang tagar #ChineseDon'tComeToJapan sempat menjadi topik perbincangan paling banyak diunggah.
#ChineseDontComeToJapan they have every right to say what they feel Japan should close it borders completely until this Virus is contained It is the fault of Mainlanders who brought this Virus to the world and the CCP are solely responsible for the Virus outbreak.
— FREE HONG KONG!!!!!! 8964 Never Forget!!!!! (@Anzactrooper) February 1, 2020
Sementara itu, di Kanada dilaporkan terjadi beberapa kasus perundungan terhadap anak-anak yang berdarah China di sekolah.
Di belahan dunia yang lain, di Perancis. Sebuah koran menampilkan wajah seorang perempuan China di halaman sampul dan membubuhkan "Yellow Allert" di sebelah foto tersebut.
"Yellow Alert" berarti peringatan untuk berhati-hati dan waspada.
University of California menyatakan rasa takut atau phobia yang disebut sebagai xenophobia sebagai reaksi yang normal mengingat krisis kesehatan yang masih terus berlangsung.
Mendapat banyak protes, universitas yang memiliki banyak mahasiswa dari Asia ini kemudian meminta maaf.
Sebagaimana dikutip dari Business Insider, seorang mahasiswa asal Asia yang bersekolah di Arizona State University mengaku takut jika ingin batuk.
Mahasiswa yang tidak ingin disebutkan namanya menceritakan pengalamannya yang pernah dipandang oleh semua orang saat ia batuk di dalam kelas.
Ia merasa wabah virus corona sudah melahirkan kesenjangan budaya antara orang-orang Asia dan penduduk asli Amerika di lingkungan kampus.
Baca juga: Orang Tua atau Anak-anak yang Lebih Rentan terhadap Virus Corona?
Di lain pihak, Walikota Toronto, John Tory menyatakan akan berdiri bersama komunitas masyarakat China melawan stigma yang dilekatkan pada mereka terkait virus corona.
"Kita tidak boleh membiarkan rasa takut menang atas nilai-nilai kita sebagai sebuah kota," katanya.
Kepala Kesehatan Masyarakat Toronto, Eileen de Villa meyakini informasi yang salah tentang virus corona telah menciptakan stigma yang tidak tepat.
"Saya sangat prihatin dan merasa kecewa bahwa ini terjadi. Diskriminasi tidak dapat diterima. Tidak membantu dan justru menyebarkan informasi yang salah, tidak membawa manfaat untuk siapapun," kata dia dalam sebuah kesempatan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.