KOMPAS.com - Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) selama ini dikenal sebagai "dua sejoli" dalam kontestasi politik sejak 2014.
Kedua partai ini selalu kompak berada dalam satu barisan baik di sejumlah pilkada maupun kontestasi politik di level nasional.
Bahkan, koalisi dua partai ini berhasil memenangkan Pilkada DKI Jakarta melalui pasangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno, meski awalnya pasangan ini tak diunggulkan.
Pasangan yang diusung oleh Partai Gerindra dan PKS ini mengalahkan petahana Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat yang memiliki elektabilitas cukup tinggi.
Dikenal selalu kompak, sejumlah riak dihadapi kedua partai ini, sejak pasca-Pemilu 2019.
Masuknya Gerindra ke koalisi pemerintahan diduga sebagai awal keretakan hubungan Gerindra dan PKS.
Prabowo Subianto dan Edhy Prabowo yang menjadi petinggi Partai Gerindra, kini masing-masing menjabat sebagai Menteri Pertahanan dan Menteri Kelautan dan Perikanan.
Karena keputusannya itu, Prabowo meminta akar PKS tidak melupakan Gerindra sebagai sahabat lama.
Hal itu disampaikan oleh Wakil Ketua Majelis Syuro PKS Hidayat Nur Wahid saat menghadiri pelantikan Prabowo menjadi menteri.
"Dan Beliau sampaikan ke saya 'Terima kasih dan jangan pernah lupakan kawan lama'. 'Kita adalah kawan lama pasti akan terus bersama sama'," ujar Hidayat, dikutip dari pemberitaan Kompas.com (23/10/2019).
Beberapa kali Gerindra dan PKS saling berseberangan pendapat terkait kursi jabatan Wakil Gubenur DKI Jakarta setelah dilepas oleh Sandiaga Uno.
Bagi Gerindra, partainya berhak mengisi kursi kosong itu karena Sandiaga dulunya adalah kader Gerindra.
Sementara, PKS menganggap partainya juga berhak atas kursi nomor dua pimpinan DKI Jakarta.
Presiden PKS Sohibul Iman juga meminta agar Gerindra tidak mendikte PKS soal calon walkil gubernur.
"Kami enggak bisa didikte. Kami mandiri. Kami otonom," kata Sohibul, dikutip dari pemberitaan Kompas.com, 3 Januari 2020.