KETUA Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo, dan dua orang Wakil Ketua KPK, Laode Muhammad Syarif dan Saut Situmorang, mengajukan permohonan uji formil Undang-Undang KPK yang baru (UU Nomor 19 tahun 2019) ke Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (20/11/2019).
Permohonan tersebut mereka layangkan atas nama pribadi bersama dengan 10 orang tokoh dan aktivis antikorupsi lainnya, di antara mantan komisioner KPK Erry Riyana Hardjapamekas dan M Jasin. Ke-13 orang pemohon ini menamakan diri Tim Advokasi Undang-Undang (UU) KPK.
Para pemohon meminta MK membatalkan UU KPK baru dan memberlakukan UU KPK sebelumnya. Alasannya, UU KPK baru cacat prosedur atau cacat formil, mulai dari pembahasan hingga penetapannya.
Para pemohon menyoroti pembahasan revisi UU KPK yang terburu-buru, tertutup dan sembunyi-sembunyi, tidak termasuk dalam prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas), hingga sidang paripurna pengesahan UU KPK hasil revisi di DPR yang tidak mencapai kuorum.
Agus Rahardjo mengatakan, langkah ini dilakukan secara paralel sembari menunggu Presiden Joko Widodo mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) atas UU KPK hasil revisi.
Uji formil merupakan langkah awal. Selanjutnya, para pemohon juga akan mengajukan judicial review dari segi materil (uji materil).
Menurut Laode M Syarif, saat ini para pemohon tengah mengumpulkan bahan-bahan yang akan diajukan untuk diuji. Salah satunya kontradiksi antara Pasal 69 D dan 70 C UU KPK yang baru.
Pasal 69 D berbunyi, "Sebelum Dewan Pengawas terbentuk, pelaksanaan tugas dan kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi dilaksanakan berdasarkan ketentuan sebelum undang-undang ini diubah."
Adapun Pasal 70 C berbunyi, "Pada saat undang-undang ini berlaku, semua tindakan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi yang proses hukumnya belum selesai harus dilakukan berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini."
"Memang kelihatan sekali UU ini dibuat secara terburu-buru, sehingga kesalahannya juga banyak," kata Laode.
Sebelum Agus Rahardjo cs mendaftarkan permohonan, sudah ada enam perkara permohonan judicial review UU KPK hasil revisi yang diregistrasi di MK.
Gugatan tersebut diajukan sejak akhir September atau sejak UU KPK hasil revisi disahkan, baik dari segi materil maupun formil, oleh berbagai pihak dengan beragam latar belakang.
Perlawanan masyarakat sipil dan para pegiat antikorupsi dalam menolak UU KPK hasil revisi seakan memasuki saat-saat terakhir menjelang babak baru KPK pada 20 Desember 2019. Pada saat itu, Presiden Joko Widodo akan melantik pimpinan baru KPK untuk masa jabatan 2019-2023.
Anggota Dewan Pengawas (Dewas) KPK juga disebut-sebut akan dilantik oleh Presiden Jokowi pada saat yang sama. Saat ini sejumlah nama calon anggota Dewas KPK tengah ditimang-timang oleh Jokowi.
Berbagai cara dan upaya telah dilakukan oleh masyarakat sipil, termasuk mahasiswa, dalam menolak UU KPK hasil revisi. Gelombang unjuk rasa mahasiswa menolak UU KPK telah dilakukan dalam beberapa hari di berbagai kota di Tanah Air, bahkan hingga memakan korban jiwa.