Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fenomena Dugaan Plagiat Calon Sarjana, "Copy-Paste" dan Budaya Instan

Kompas.com - 10/11/2019, 11:04 WIB
Retia Kartika Dewi,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Media sosial tengah diramaikan dengan adanya tindakan salah satu YouTuber Indonesia, Calon Sarjana yang diduga ketahuan menjiplak video hasil karya sejumlah YouTuber luar negeri baru-baru ini.

Tidak hanya itu, tindakan "copy-paste" ini justru memberikan keuntungan tersendiri bagi si penduplikat.

Bagi masyarakat Indonesia, video-video yang disajikan oleh Calon Sarjana banyak dijadikan sebagai hiburan atau pengetahuan semata.

Namun, bagi masyarakat awam, mereka tidak mengetahui bahwa video yang mereka tonton merupakan hasil karya orang lain.

Lantas, mengapa orang-orang cenderung melakukan kecurangan dengan mencuri karya milik orang lain?

Guru Besar Ilmu Budaya, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Prof Dr Bani Sudardi menjelaskan bahwa seharusnya masyarakat dapat memahami masalah "copy-paste" dari segi budaya.

"Pada dasarnya, masyarakat kita itu adalah masyarakat komunal yang berarti semua yang dimiliki oleh masyarakat atau yang dimiliki seseorang itu akan menjadi milik bersama," ujar Bani saat dihubungi Kompas.com pada Sabtu (9/11/2019).

Ia menyebutkan, ada hal yang dapat dijadikan milik bersama, misalnya, tembang (lagu tradisional Jawa), tarian, dan lainnya.

Saat itu jika banyak masyarakat yang mementaskan tari, menyanyikan suatu tembang, meski tanpa izin dari pemilik pun tidak dipermasalahkan.

Justru si empunya malahan merasa senang, hasil karyanya dinikmati banyak orang.

Namun, ia menyadari bahwa semakin hari, tindakan "copy-paste" dapat menimbulkan masalah saat bersinggungan dengan makna ekonomi atau bisnis.

"Nah ini yang kemudian menjadi masalah baru di dalam kebudayaan kita," ujar Bani.

"Kita memasuki suatu era, ya kalau saya sebut dari era komunal menjadi era individual. Setiap karya ini dianggap sebagai milik pribadi," kata dia.

Kemudian, jika ada seseorang yang mengambil tanpa izin dari yang punya karya, maka timbul pengertian-pengertian baru seperti, penjiplakan, plagiasi, atau pencurian hak karya, dan lainnya.

Menurut Bani, di dalam masa yang berbeda atau tata nilai yang berbeda saat ini, seharusnya ada suatu bentuk sosialisasi dari penguasa agar hal-hal plagiarisme tidak terjadi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com