Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jannus TH Siahaan
Doktor Sosiologi

Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Peneliti di Indonesian Initiative for Sustainable Mining (IISM). Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.

Tantangan Strategis Menhan Baru

Kompas.com - 31/10/2019, 17:23 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DI AMERIKA, Menteri Pertahanan atau State Secretary of Devensive (kerab disingkat SecDef) adalah satu dari empat kementerian utama, yang memiliki wewenang besar.

Bahkan dalam konteks perang nuklir, SecDef hanya berdua dengan presiden membentuk National Command Authority (NCA) di mana keputusan peluncuran nuklir strategis di mana hanya mereka berdua pula yang otoritatif di dalamnya.

Demikian pula soal Joint Special Operation Command (pasukan superkhusus dan superrahasia AS), presiden, SecDef, dan CIA, adalah para pihak strategis di dalamnya, yang mengetahui dan mengendalikan keputusan pertahanan tingkat atas di Amerika.

Intinya, SecDef bertanggung jawab atas berbagai kebijakan yang berkaitan dengan penjagaan kedaulatan Amerika, baik di level domestik maupun di level global.

Di Indonesia, boleh jadi seorang Menhan tak sehebat itu, tetapi tetap saja secara struktural dan fungsional, levelnya sangat strategis.

Bukan saja karena anggarannya paling besar, tapi prestise dan greget politiknya juga sangat luar biasa.

Jikalah ada peluang untuk kudeta, misalnya, peluang tersebut utamanya ada di tangan Menhan, atau siapa saja yang berwenang menggerakkan para man behind the gun.

Secara politik, tentu bagi Presiden Jokowi, memasukkan Gerindra, partai dengan jumlah kursi terbanyak kedua di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), akan memperkuat pemerintahannya untuk lima tahun ke depan, sekaligus meminimalisasi suara oposisi.

Selain itu, ada juga kemungkinan bahwa masuknya Gerindra merupakan strategi mantan Wali Kota Solo tersebut untuk mengimbangi besarnya pengaruh PDI-P.

Namun lepas dari itu, Prabowo tentu tak hanya diselimuti pertimbangan pragmatis semata alias pertimbangan "hanya ingin mencicipi kekuasaan", apalagi atas motivasi atau ambisi pribadi, yang saya kira sudah selesai untuk seorang Prabowo.

Apa pun justifikasi atau falsifikasinya, kenyataannya adalah mantan Danjen Kopassus tersebut sudah duduk secara de facto dan de jure di singgasana utama Kementerian Pertahanan.

Untuk itu, akan lebih signifikan berbicara tentang tantangan dan ancaman pertahanan yang sedang eksis atau yang akan menghampiri Indonesia.

Ada beberapa hal strategis yang perlu diselesaikan oleh Menhan baru. Salah satunya soal landasan konstitusional pertahanan keamanan rakyat semesta (hankamrata).

Era reformasi "pesta pora" demokrasi yang kebablasan telah menghasilkan berbagai ketentuan perundang-undangan di bidang hankam yang mengalir dari batang tubuh UUD 1945--notabene sudah diamandemen--, terkandung pasal-pasal yang rawan distorsi terhadap nilai-nilai dasar/falsafi yang ada dalam pembukaannya.

Di pihak lain, doktrin dasar dan doktrin induk pertahanan dikembangkan dan dijabarkan oleh TNI berdasarkan nilai-nilai yang mendasari jatidiri bangsa yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945.

Sebagai akibatnya, ruang gerak TNI dalam upayanya mengimplementasikan hankamrata akan selalu terkendala oleh berbagai ketentuan perundang-undangan yang berlaku, yang disusun berdasarkan nilai-nilai yang tidak sesuai dengan jatidiri bangsa, terutama yang mengarah pada demokrasi liberal, individualisme, dan kapitalisme.

Landasan logis atas pemahaman tentang sistem hankamrata adalah persepsi yang komprehensif bahwa sistem kehidupan berbangsa-bernegara mencakup berbagai dimensi fundamental dan eksistensial, seperti ideologi, ekonomi, politik, sosial, budaya, serta pertahanan dan keamanan.

Oleh karena bersifat saling terkait dan tidak dapat saling meniadakan (mutually exclusive), tetapi justru saling komplementer dan interdependen, maka pembangunan dimensi-dimensi tersebut harus digulirkan secara maksimal untuk mencapai hasil optimal dengan prinsip "saling mendukung dan menguatkan".

Pembangunan politik dan ekonomi, misalnya, dapat berjalan baik manakala situasi hankamnas bersifat positif-kondusif.

Sebaliknya, pembangunan sishankamnas tidak mungkin berjalan tanpa dukungan dimensi-dimensi lainnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com