Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Viral Jasa Jual Beli Ketombe, Saat Kebenaran Dikalahkan oleh Ketertarikan

Kompas.com - 13/10/2019, 12:47 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Dunia maya diramaikan dengan unggahan akun Facebook bernama Khoirul Anam yang menampilkan lapak bertuliskan "jual beli ketombe".

Dalam spanduk tersebut, disebutkan bahwa harga ketombe 1 kg dihargai sebesar Rp 65.000.

Unggahan ini pun mengundang banyak respons dari warganet.

Pengunggah konten Khoirul Anam (25) mengaku sengaja membuat ide-ide nyleneh konten hiburan tersebut agar dapat bertemu dengan sosok idolanya, yakni Entis Sutisna alias Sule.

Selain jasa jual beli ketombe, ia pernah membuat soal tongsis 20 meter, pernikahan manekin hingga jasa melupakan mantan.

Menanggapi hal itu, Sosiolog dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Drajat Tri Kartono menyebutkan bahwa fenomena tersebut merupakan bagian dari upaya konsumsi simbolik.

Menurutnya, komoditas yang dijual merupakan komodifikasi dari image untuk menarik perhatian atau simpati.

Drajat menjelaskan bahwa konsumsi simbolik sendiri lebih menonjolkan pada sisi pencitraannya.

"Konsumsi simbolik itu pola konsumsi yang lebih mementingkan kemasannya atau pencitraannya (image) dibandingkan fungsi barangnya," kata Drajat kepada Kompas.com, Sabtu (13/10/2019).

Baca juga: Viral Ojol Terima Orderan Fiktif Senilai Rp 660.000, Ini Penjelasan Grab

Berita positif

Ia memberikan contoh lain ketika seseorang membeli handphone atau gawai mahal.

Menurut Drajat, seseorang membeli handphone mahal biasanya lebih pada bertujuan untuk supaya diakui kaya.

"Jadi handphone sebagai simbol, bukan barang pakai," kata Drajat.

Dosen Sosiologi UNS itu menyebutkan bahwa fenomena semacam itu merupakan ciri dari era digital saat ini.

Di era digital, imbuhnya kebenaran akan dikalahkan oleh ketertarikan.

"Penekankan konsumsinya pun bukan pada pemenuhan kebutuhan tetapi pada pemenuhan hasrat atau keinginan," kata Drajat.

"Konsumsi sebagai selera. Eksistensi dan viralitas (ketersebaran luas) menjadi targetnya," lanjutnya.

Drajat mengatakan, cara menghadapi fenomena tersebut adalah dengan melakukan counter image.

Artinya, membuat sebaran berita positif agar berita yang hanya mengejar "keviralan" tertutupi oleh berita positif.

"Ya itu zamannya. Menghadapinya ya dengan counter image. Membuat sebaran berita yang bersifat kebenaran keadilan dan kemanfaatan," kata Drajat.

Baca juga: Viral Jasa Jual Beli Ketombe, Ini Faktanya...

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com