KOMPAS.com - Peristiwa penusukan terhadap Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto oleh dua orang di di Pandeglang, Banten, Kamis (10/10/2019), mengejutkan publik.
Penusukan terjadi saat Wiranto selesai meresmikan Gedung Kuliah Bersama di Universitas Mathla'ul Anwar.
Setelah meresmikan gedung tersebut, rencananya Wiranto dan rombongan sempat berhenti di sekitar Alun-Alun Menes, Pandeglang.
Setibanya di Alun-alun, Wiranto disambut oleh Kapolsek setempat. Saat keluar dari mobil, Wiranto diserang oleh seorang pria.
Tak hanya melukai Wiranto, penusukan ini juga melukai ajudannya dan Kapolsek Menes Kompol Daryanto.
Baca juga: Pengamat Terorisme: Ada Pesan di Balik Penusukan Wiranto...
Setelah kejadian, polisi mengamankan dua orang pelaku, seorang laki-laki dan perempuan, berisial SA dan FA.
Dugaan awal polisi, keduanya memiliki keterkaitan dengan jaringan teroris. Polisi masih melakukan pendalaman apakah keduanya terkait kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Cirebon atau JAD Surabaya.
Polisi menyebutkan, FA merupakan istri SA.
Pelibatan perempuan dalam aksi terorisme di Indonesia bukan hanya kali ini terjadi.
Pengamat terorisme dari Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Roby Sugara mengatakan, perempuan mulai dilibatkan dalam aksi terorisme ketika paham ISIS menyebar di Indonesia.
"Perempuan mulai ikut terlibat sejak ISIS ada untuk kasus teroris di Indonesia," ujar Roby saat dihubungi Kompas.com, Jumat (11/10/2019).
"Awalnya, teroris adalah hanya menjadi tugas laki-laki, tetapi lama kelamaan perempuan juga ikut terlibat," lanjut dia.
Menurut Roby, dalam beberapa kasus, anak-anak juga dilibatkan dalam aksi terorisme.
Baca juga: Penusukan Wiranto dan Seruan Jokowi Perangi Terorisme...
Pelibatan perempuan dan anak dinilainya untuk mengembangkan jangkauan aksinya. Pola ini dilakukan oleh kelompok teroris ISIS.
"Untuk kasus teroris yang dilakukan oleh ISIS, polanya keluarga," jelas dia.