Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Humor di Spanduk Demo Mahasiswa Bisa Buka Kesadaran Politik Milenial

Kompas.com - 24/09/2019, 19:05 WIB
Rosiana Haryanti,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Berbagai demonstrasi yang ada di Indonesia akhir-akhir ini memberikan warna baru, seperti contohnya penggunaan bahasa humor pada spanduk yang dibawa oleh demonstran.

Berbagai tulisan nyeleneh pada spanduk bertebaran di media sosial selama aksi demonstrasi berlangsung. Sontak guyonan bertema politik tersebut membuat warganet mengapresiasi aksi yang dikemas dengan cara berbeda.

Spanduk-spanduk tersebut bukan hanya menyuarakan aspirasi yang diselipi humor, seperti:

"Cukup cintaku yang kandas, KPK Jangan"

"DPR medot janji, patah hati tetap aksi"

"Asap ini menghalangi ketampananku"

"DPR udah paling bener tidur, malah disuruh kerja"

Baca juga: Demo ala Milenial, Tulisan Spanduk “Nyeleneh” yang Ngena Banget

Sosiolog Politik Universitas Airlangga, Novri Susan mengatakan, seruan aksi yang dikemas dengan gaya humor tersebut merupakan representasi dari bahasa politik. Menurutnya, salah satu ciri masyarakat digital saat ini adalah penggunaan bahasa humor politik.

Ribuan mahasiswa mengikuti aksi #GejayanMemanggil di Simpang Tiga Colombo, Gejayan, Sleman, DI Yogyakarta, Senin (23/9/2019). Dalam aksi demonstrasi yang diikuti oleh ribuan mahasiswa dari berbagai universitas di Yogyakarta itu, mereka menolak segala bentuk pelemahan terhadap upaya pemberantasan korupsi serta mendesak pemerintah dan DPR mencabut UU KPK yang sudah disahkan.ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko Ribuan mahasiswa mengikuti aksi #GejayanMemanggil di Simpang Tiga Colombo, Gejayan, Sleman, DI Yogyakarta, Senin (23/9/2019). Dalam aksi demonstrasi yang diikuti oleh ribuan mahasiswa dari berbagai universitas di Yogyakarta itu, mereka menolak segala bentuk pelemahan terhadap upaya pemberantasan korupsi serta mendesak pemerintah dan DPR mencabut UU KPK yang sudah disahkan.
Penggunaan ini, lanjut Novri, menciptakan protes pada kekuasaan, namun tidak mengidentifikasi penggunanya sebagai kelompok fanatik yang eksklusif.

"Bahasa humor politik sudah muncul sejak media sosial menjadi ruang komunikasi. Ini juga menandakan bahwa simbol dalam komunikasi politik mengalami pergeseran," ucap Novri menjawab Kompas.com, Selasa (24/9/2019).

Novri menjelaskan, humor politik tersebut pada akhirnya mampu membuka ruang kesadaran politik baru bagi anak muda yang awalnya apatis.

Selain itu, guyonan yang diselipkan dalam spanduk demo merupakan simbolisasi dalam memperlihatkan kesadaran politik di era masyarakat digital.

Baca juga: Pilih Bertahan, Mahasiswa Bakar Spanduk di Bawah Jembatan Senayan

Massa aksi Bali Tidak Diam berkumpul di Parkir Timur Lapangan Renon, Denpasar, Selasa (24/9/2019)KOMPAS.com/ IMAM ROSIDIN Massa aksi Bali Tidak Diam berkumpul di Parkir Timur Lapangan Renon, Denpasar, Selasa (24/9/2019)
Novri juga menjelaskan, jika humor politik merupakan bagian dari masyarakat di era demokrasi, yang mencoba untuk kritis tanpa menggunakan kekeasan.

"Bahasan humor politik ini sebenarnya tetap memberi kekuatan dalam mobilisasi fungsi masyarakat sipil," tutur dia.

Selain itu, bahasa humor politik yang digunakan dalam berbagai aksi, lanjut Novri, mampu memperluas jaringan politik di kalangan anak muda, sehingga dapat meningkatkan keterlibatan anak muda dalam gerakan protes.

"Tekanan terhadap kekuasaan lebih banyak direpresentasikan oleh bahasa-bahasa serius," ucap Novri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com