KOMPAS.com - Kue kering di dalam khazanah kuliner Indonesia acap disebut sebagai cookies atau kukis.
Sejarah kue kering atau cookies di Indonesia memang berkaitan erat dengan muasal kue kering di Persia.
Kala itu adalah abad ke-7 Masehi.
Terciptanya kue kering di Persia sejatinya melalui faktor ketidaksengajaan.
Baca juga: Cerita Satu Keluarga Empat Agama di Kota Jambi Sambut Imlek, Buat Kue Kering hingga Siapkan Angpau
Di masa itu ada ide untuk membuat penganan yang tidak cepat basi.
Alhasil, terciptalah kue kering yang definisinya adalah kue dengan kadar air minimalis.
Lantaran sedikitnya kadar air itu, kue kering menjadi tahan lama dalam penyimpanan.
Kue kering
Laman sumber bacaan Kompas.com edisi 11 April 2022 menyebut eksistensi kue kering di masa kini paling sering tersedia di Lebaran dan Natal.
Dua hari raya itu sejak masa Hindia Belanda menjadi fakta toleransi Islam dan Kristen dalam wujud makanan hantaran.
Warga Belanda Kristen di Indonesia pada sekitar abad ke-18 biasa mengirim makanan hantaran kepada priyayi pribumi Islam yang merayakan Lebaran.
Sebaiknya, priyayi pribumi Islam membalas dengan mengirim penganan kepada warga Belanda Kristen saat Natal.
Toleransi itu berbentuk kue kering mulai dari nastar, kastengel, lidah kucing, rengginang, kue semprit, dan masih banyak lagi varian lainnya.
Di masa modern pergeseran yang terjadi adalah maraknya kemunculan bisnis kue kering menjelang hari raya keagamaan, khususnya Natal dan Lebaran.
Di samping kue kering, bisnis yang menjanjikan saat sebelum dan tatkala Ramadan adalah bisnis busana muslim, perlengkapan ibadah, dan katering makan.
Head of Retail Department OK Bank Hardiansyah Ramadhan, 16 Maret 2023, pun menyebut bisnis takjil juga punya peluang.
Pendanaan kelima jenis bisnis berprospek itu dapat melalui skema Kredit Tanpa Agunan atau KTA.
Ancer-ancer uang pinjaman di OK KTA, contohnya ada di posisi Rp 3 juta sampai dengan Rp 200 juta.
Lantas, tenor atau masa pinjaman di kurun waktu 6 bulan sampai dengan 5 tahun dengan menyesuaikan kemampuan peminjam.