KOMPAS.com - Penulisan sejarah pada awal kemerdekaan disusun dengan perspektif Indonesia-sentris.
Pada masa awal kemerdekaan, penulisan sejarah Indonesia bertujuan untuk membangun citra dan karakter bangsa.
Akan tetapi, penulisan sejarah pada awal masa kemerdekaan Indonesia belum terstruktur dengan baik seperti yang ada sekarang ini.
Lalu, bagaimana penulisan sejarah pada awal kemerdekaan Indonesia?
Baca juga: Mengapa Sejarah Berasal dari Kata Syajaratun yang Artinya Pohon?
Penulisan sejarah pada awal kemerdekaan Indonesia terbilang masih belum terstruktur dengan baik.
Penulisan sejarah di Indonesia juga masih belum diatur dan diterapkan seperti kaidah-kaidah yang berlaku.
Akibatnya, penulisan sejarah pada awal kemerdekaan Indonesia masih bersifat ala kadarnya dengan bukti-bukti dan sumber-sumber sejarah yang sudah ada saat itu.
Bahkan, pada masa awal kemerdekaan, masih belum digunakan huruf latin secara menyeluruh dalam penulisan sejarah.
Oleh karena itu, dirumuskanlah historiografi nasional atau penulisan sejarah yang bertujuan untuk membangun citra dan karakter bangsa Indonesia.
Historiografi nasional mulai dipelopori oleh para sejarawan Indonesia setelah Indonesia merdeka.
Pada saat itu, para sejarawan merasa perlu untuk menyusun tulisan sejarah yang mempunyai perspektif Indonesia-sentris.
Setelah itu, Historiografi nasional secara resmi dirumuskan pada Seminar Sejarah Nasional pada 14-18 Desember 1957 di Kampus Universitas Gadjah Mada (UGM).
Adapun ciri-ciri historiografi nasional adalah:
Baca juga: Historiografi Kolonial: Ciri-Ciri, Kelebihan, dan Kelemahan
Berikut ini contoh-contoh penulisan sejarah pada awal kemerdekaan Indonesia berdasarkan historiografi nasional:
Menurut Kuntowijoyo, seorang budayawan, sastrawan, dan sejarawan asal Bantul, Yogyakarta, penulisan sejarah memiliki lima tahapan, yakni:
Referensi: