Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Suiker Syndicaat, Lembaga Peningkat Kualitas Tebu Belanda

Kompas.com - 20/06/2022, 09:00 WIB
Lukman Hadi Subroto,
Widya Lestari Ningsih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Undang-Undang Gula atau Suiker Wet, yang diresmikan oleh pemerintah kolonial Belanda pada 1870 berdampak pada maraknya investor asing dalam pengolahan tebu.

Sejak saat itu, tebu yang diolah menjadi gula di Jawa memiliki kualitas terbaik di dunia, mengalahkan gula produksi Kuba.

Namun, penanaman tebu di Jawa saat itu mendapat masalah dengan adanya serehziekte atau penyakit serai.

Untuk menanggulanginya, pemerintah kolonial Belanda dan para pengusaha membangun lembaga peningkatan produksi gula.

Lembaga tersebut dinamakan Algemeen Syndicaat van Suker Fabrikanten in Nederlansdsch Indie (ASSI) atau dikenal sebagai Suiker Syndicaat.

Baca juga: Suiker Wet, Undang-Undang Gula di Era Hindia Belanda

Munculnya penyakit Serehziekte

Pada 1870-an, penanaman tebu dan penggilingannya berkembang pesat di Indonesia, terutama di Jawa.

Bahkan saat itu, tebu dan gula menjadi komoditas penting dalam menjalankan perekonomian pemerintah kolonial Belanda.

Hal itu dibuktikan dengan munculnya banyak pabrik gula. Dalam kurun waktu 1882 hingga 1884, terdapat 18 pabrik gula baru di Jawa.

Sementara angka produksinya pada 1870 mencapai 152.000 metrik, yang meningkat menjadi 380.000 metrik pada 1885.

Hal itu membawa kemakmuran bagi pemilik perkebunan dan pabrik gula di era 1880-an.

Akan tetapi, pada 1878, muncul serehziekte atau penyakit sereh, yang mulanya menyerang tanaman kopi.

Baca juga: Sistem Tanam Paksa: Latar Belakang, Aturan, Kritik, dan Dampak

Pada 1883, penyakit serai menjadi wabah dan menyerang tanaman tebu di perkebunan wilayah Pekalongan.

Penyebab penyakit ini belum diketahui secara pasti, tetapi diduga karena beberapa virus. Gejala yang tampak dari penyakit serai adalah munculnya mosaik bertutul pada daun tebu.

Selain itu, batang tebu yang tumbuh tampak pendek, sehingga mirip tanaman sereh. Gejala lainnya berupa daun melipat memanjang, kerdil, dan menyempit.

Saat itu, iklim di Indonesia, terutama di Jawa, yang tropis dan panas menyebabkan penyakit ini berkembang dan menyebar hingga ke Jawa Timur.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com