KOMPAS.com - Stasiun Tugu atau Stasiun Yogyakarta adalah stasiun di Yogyakarta yang dekat dengan Malioboro.
Selain menjadi stasiun utama di Yogyakarta, stasiun ini memiliki nilai sejarah dan kini telah ditetapkan sebagai bangunan Cagar Budaya.
Stasiun Tugu pertama kali dioperasikan pada 2 Mei 1887, dan menjadi salah satu tempat pemberhentian kereta tertua di Indonesia.
Berikut ini sejarah Stasiun Tugu di Yogyakarta yang dibangun pada masa penjajahan Belanda.
Baca juga: Sejarah Kereta Cepat di Dunia
Pembangunan Stasiun Tugu seiring dengan berkembangnya alat transportasi kereta api di Jawa, yang dimulai dari pembangunan rel pertama di Semarang pada 1864.
Pembangunan jalur kereta api di wilayah Vorstenlanden (daerah di bawah kekuasaan empat monarki pecahan Kesultanan Mataram) diawali oleh perusahaan milik swasta, Nederland Indische Spoorweg Maatschappij (NISM).
Awalnya, NISM membangun jalur kereta api yang menghubungkan Semarang dengan Yogyakarta melalui Surakarta.
Tujuan pembangunan tersebut adalah untuk memperlancar distribusi hasil perkebunan yang banyak terdapat di wilayah Vorstenlanden.
Pada 1872, jalur kereta api sudah dampai di Yogyakarta, ditandai dengan diresmikannya Stasiun Lempuyangan pada 2 Maret 1872.
Setelah itu, muncul perusahaan milik pemerintah, Staats Spoorwegen (SS), yang membangun stasiun di sebelah barat Stasiun Lempuyangan, yang kemudian dikenal dengan nama Stasiun Tugu atau Stasiun Yogyakarta.
Stasiun Tugu, yang dibangun oleh SS, mulai dibuka pada 2 Mei 1887 atau 15 tahun setelah Stasiun Lempuyangan.
Baca juga: Tujuan Pembangunan Rel Kereta Api pada Masa Kolonial
Pada awalnya, Stasiun Tugu difungsikan sebagai persinggahan pengangkutan barang hasil bumi dari Jawa Tengah.
Kemudian, pada 1905, Stasiun Tugu mulai digunakan untuk melayani pengangkutan penumpang.
Selain itu, stasiun ini digunakan sebagai perantara para pembersar Belanda yang melakukan perjalanan darat.
Pemerintah Belanda menguasai stasiun ini hingga Maret 1942, sebelum akhirnya diambil alih oleh Jepang.