KOMPAS.com - Tanggal 6 dan 9 Agustus 1945 menjadi hari bersejarah yang tidak pernah terlupakan bagi Jepang dan masyarakat dunia, karena Amerika Serikat (AS) menjatuhkan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki.
Aksi pengeboman Hiroshima dan Nagasaki adalah bentuk balasan dari pihak AS yang lebih dulu diserang oleh Jepang pada 7 Desember 1941.
Pada 7 Desember 1941, pesawat tempur Jepang menghancurkan armada Pasifik AS yang berbasis di Pearl Harbor, Hawaii.
Sebagai kelanjutan dari serangan yang dilakukan oleh Jepang terhadap pangkalan laut Amerika Serikat, maka Jepang harus menelan pil pahit.
Pasalnya, Amerika Serikat membalas serangan tersebut dengan tujuan ingin segera menyelesaikan perang, yaitu mengirimkan pesawat pembawa bom atom ke Jepang.
Kota yang menjadi sasaran pengeboman adalah Hiroshima dan Nagasaki.
Baca juga: Keterkaitan Bom Hiroshima dan Nagasaki dengan Kemerdekaan Indonesia
Pada 6 Agustus 1945, AS menjatuhkan bom atom di Hiroshima, yang kemudian disusul bom lanjutan di Nagasaki pada 9 Agustus 1945.
Lalu, mengapa Hiroshima dan Nagasaki yang menjadi target bom Amerika Serikat?
Setelah pangkalan angkatan lautnya di Pearl Harbor dibom oleh Jepang, Amerika Serikat langsung membalasnya dengan membombardir Tokyo.
Tokyo, yang merupakan ibu kota Jepang, cukup lumpuh akibat serangan tersebut.
Selain itu, AS memusatkan perhatiannya pada proyek pengembangan bom atom atau dikenal sebagai Proyek Manhattan.
Pada awalnya, beberapa tokoh AS menjadikan Kokura, Hiroshima, Yokohama, dan Kyoto sebagai target, karena Tokyo tidak mungkin menjadi target untuk kedua kalinya.
Baca juga: Proyek Manhattan, Program Rahasia di Balik Bom Hiroshima dan Nagasaki
Alasannya, Kokura memiliki salah satu pabrik amunisi terbesar di Jepang, sementara Hiroshima adalah pusat industri dan markas militer besar.
Kemudian, Yokohama adalah daerah perkotaan yang menjadi tempat produksi pesawat, peralatan mesin, kapal, perangkat listrik, dan penyulingan minyak. Sedangkan Kyoto adalah pusat industri besar.
Namun, banyak yang tidak setuju Kyoto menjadi target, termasuk Presiden AS kala itu, Harry S Truman.