KOMPAS.com -Suku Aeta atau Agta merupakan penduduk asli yang tinggal di pedalaman pegunungan Pulau Luzon, Filipina.
Suku ini disebut-sebut sebagai penduduk asli Filipina karena menjadi salah satu suku yang paling awal menghuni negara itu, sebelum migrasi Austronesia.
Dilihat dari ciri-ciri fisiknya, Suku Aeta diduga sebagai bagian dari bangsa Negrito, yang merupakan penduduk paling awal di Asia Tenggara.
Namun, saat ini, Suku Aeta telah bercampur dengan ras Austronesia dan berbicara menggunakan bahasa Austronesia.
Baca juga: Bangsa Negrito: Ciri-ciri dan Persebarannya di Indonesia
Suku Aeta di Filipina sering dikelompokkan dengan keturunan bangsa Negrito lainnya, seperti penduduk asli Papua dan Australia.
Suku ini diperkirakan bermigrasi ke pulau-pulau di wilayah Filipina selama periode Paleolitik, atau sekitar 40.000 tahun lalu.
Setelah itu, mereka melakukan kontak bahkan bercampur dengan orang-orang ras Austronesia.
Dalam perkembangannya, wilayah dari suku Aeta berkurang banyak karena diambil untuk kepentingam pertambangan ilegal.
Keberadaan mereka juga semakin ditekan oleh para pendatang dari berbagai daerah di Filipina.
Tidak seperti suku-suku di Filipina yang beradaptasi dengan perkembangan zaman, suku Aeta menolak terhadap perubahan.
Bahkan pada masa penjajahan Spanyol di Filipina, mereka gagal dipindahkan karena merasa memiliki tanggung jawab untuk melindungi tanahnya.
Baca juga: Suku-suku di Bali dan Nusa Tenggara
Hal ini didukung juga oleh kemampuan mereka dalam mempertahankan diri, hingga dikenal sebagai petarung ulung.
Ketika Gunung Pinatubo meletus pada 1991, suku Aeta terkena dampak erupsi, sehingga harus dievakuasi oleh pemerintah. Namun, mereka tetap kembali ke Luzon utara ketika keadaan dirasa sudah aman.
Secara umum, orang-orang Aeta bertubuh pendek, berkulit sedikit gelap, berambut keriting, dan mata hitam bulat.
Hal itulah yang membuat penjajah Spanyol menyebutnya sebagai bangsa Negrito. Orang dewasa Aeta rata-rata memiliki tinggi sekitar 125-140 cm.