KOMPAS.com - Jepang diketahui masuk ke Indonesia pada 1942, dengan motif untuk menguasai seluruh wilayah Asia.
Jepang lebih dulu mengirim mata-mata lewat perahu-perahu penangkap ikan miliknya yang kerap mengitari perairan Indonesia, termasuk Papua, guna melihat kondisi sekitar.
Di tengah pelayarannya, Jepang menemukan sebuah wilayah di daerah Papua bernama Sarmi.
Sarmi menjadi daya tarik tersendiri bagi Jepang, sehingga mereka pun mendatanginya dan berencana menjadikan wilayah itu sebagai basis pertahanannya.
Semenjak Jepang menginjakkan kaki di Papua, berbagai kesengsaraan mulai terjadi, yang kemudian membuat rakyat Papua melakukan perlawanan.
Lantas, bagaimana bentuk perlawanan rakyat Papua terhadap kekejaman Jepang?
Baca juga: Latar Belakang Pendudukan Jepang di Indonesia
Pada 1943, rakyat Papua melakukan perlawanan terhadap Jepang. Perlawanan rakyat Papua tersebut diawali dengan kemunculan gerakan Koreri di Biak.
Pasalnya, selama berkuasa di Biak, Jepang melakukan hal-hal kejam. Rakyat Biak dijadikan budak, dipukuli, dan dianiaya secara keji.
Rakyat Papua yang merasa Jepang sudah berperilaku seenaknya pun melakukan perlawanan di bawah pimpinan L Rumkorem.
Gerakan Koreri adalah gerakan yang menjadi wujud kekecewaan rakyat Papua atas tindakan Jepang dengan basis perlawanan di Biak.
Dalam perlawanan ini, rakyat Papua yang melawan secara gerilya sebenarnya banyak yang menjadi korban. Namun, mereka tidak menyerah.
Rakyat Papua tetap gigih melakukan perlawanan sampai akhirnya Jepang kewalahan dan hengkang dari Biak.
Biak pun menjadi daerah bebas dan merdeka pertama di Indonesia dari penjajahan Jepang.
Baca juga: Perlawanan Rakyat Kalimantan terhadap Jepang
Jepang masuk ke daerah Sarmi pada sekitar 1942. Awalnya, kedatangan mereka disambut dengan baik oleh masyarakat setempat.
Namun, pada akhirnya, sambutan baik rakyat dibalas dengan kekecewaan dan penderitaan. Pasalnya, Jepang kerap melakukan penindasan yang kejam terhadap penduduk Sarmi.