KOMPAS.com - Setelah Belanda menerima penyerahan dari Inggris pada 1816, kesejahteraan rakyat Maluku langsung menurun.
Rakyat pun mulai melakukan perlawanan, yang meluas ke berbagai daerah di Maluku, seperti di Ambon, Seram, dan Hitu, dengan pusat perlawanan berada di Saparua.
Oleh karena itu, disebut sebagai Perang Saparua, yang dipimpin oleh Thomas Matulessy atau Kapitan Pattimura.
Perang Saparua termasuk salah satu pergolakan terbesar yang pernah dihadapi Belanda selama menjajah Indonesia.
Lantas, mengapa terjadi Perang Saparua di Ambon?
Perang Saparua dilatarbelakangi oleh banyak faktor, sebagai berikut.
Baca juga: Biografi Kapitan Pattimura, Pahlawan dari Maluku
Akibat tindakan sewenang-wenang yang dilakukan Belanda, rakyat Maluku semakin terdorong untuk melancarkan perlawanan.
Para tokoh dan pemuda Maluku kemudian mengadakan serangkaian pertemuan rahasia. Misalnya pertemuan di Pulau Haruku dan di Pulau Saparua pada 14 Mei 1817.
Dalam pertemuan tersebut, mereka sepakat untuk melawan dan Pattimura dipercaya sebagai pemimpin perlawanan.
Selain itu, terdapat tokoh-tokoh lain yang berjasa besar dalam Perang Saparua, yaitu Anthonie Rhebok, Thomas Pattiwael, Lucas Latumahina, Said Perintah, Ulupaha, dan Christina Martha Tiahahu.
Perlawanan dimulai dengan menghancurkan kapal-kapal Belanda di pelabuhan. Setekah itu, para pejuang Maluku menuju Benteng Duurstede di Pulau Saparua.
Dalam pertempuran yang terjadi pada 15 Mei 1817 itu, Residen Van den Berg, yang memimpin pasukan Belanda, tewas dan Benteng Duurstede berhasil direbut pejuang Maluku.
Belanda kemudian mendatangkan 300 pasukan dari Ambon yang dipimpin oleh Mayor Beetjes.
Akan tetapi, bantuan itu kembali dilumpuhkan oleh para pejuang yang dipimpin oleh Pattimura. Bahkan Mayor Beetjes tewas dalam pertempuran.
Kemenangan ini semakin meningkatkan semangat para pejuang dan perlawanan semakin meluas di Maluku.