Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintahan Komisaris Jenderal Belanda (1816-1818)

Kompas.com - 25/08/2021, 08:00 WIB
Widya Lestari Ningsih,
Nibras Nada Nailufar

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kekuasaan Inggris atas nusantara hanya berlangsung lima tahun, yakni antara 1811-1816.

Pada 19 Agustus 1816, Belanda resmi berkuasa kembali di Indonesia dan menerapkan kebijakannya.

Setelah kembali ke tangan Belanda, Indonesia diperintah oleh badan baru yang diberi nama Komisaris Jenderal.

Komisaris Jenderal dibentuk oleh Pangeran Willem VI, yang anggotanya terdiri dari tiga orang.

Lantas, siapa saja anggota Komisaris Jenderal Belanda dan apa tugasnya?

Anggota Komisaris Jenderal dan tugasnya

Anggota Komisaris Jenderal terdiri atas tiga orang, yaitu Cornelis Theodorus Elout, Arnold Ardiaan Buyskes, dan Alexander Gerard Philip Baron van der Capellen.

Semula, Elout ditunjuk sebagai ketuanya, tetapi kemudian digantikan oleh Van der Capellen yang sekaligus menjabat sebagai gubernur jenderal.

Tugas pokok Komisaris Jenderal adalah membangun daerah koloni untuk memberikan keuntungan sebesar-besarnya bagi negeri Belanda. Mereka mulai menjalankan tugas pada 27 April 1816.

Dalam menjalankan pemerintahan, Van der Capellen dan dua rekannya berpedoman pada undang-undang yang disusun oleh Pangeran Willem VI, yaitu Regerings Reglement (RR).

Salah satu pasal dari undang-undang ini menegaskan bahwa pelaksanaan pertanian dilakukan secara bebas, menunjukkan adanya relevansi dengan keinginan kaum liberal.

Selain Regerings Reglement, Komisaris Jenderal sepakat untuk mengadopsi beberapa kebijakan yang pernah diterapkan oleh Raffles selama pendudukan Inggris di nusantara.

Baca juga: Kebijakan Raffles di Indonesia

Kebijakan Jalan Tengah

Sesampainya di Hindia Belanda, Komisaris Jenderal justru merasa bimbang untuk menerapkan prinsip-prinsip liberalisme.

Pasalnya, perdebatan antara kaum liberal dan kaum konservatif terkait dengan pengelolaan tanah jajahan untuk mendatangkan keuntungan belum mencapai titik temu.

Kaum liberal berkeyakinan bahwa pengelolaan negeri jajahan akan mendapatkan keuntungan melimpah apabila diserahkan kepada swasta dan rakyat diberi kebebasan dalam menanam.

Sementara kaum konservatif berpendapat pengelolaan tanah jajahan akan lebih menguntungkan apabila langsung ditangani pemerintah dengan pengawasan ketat.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com